Jakarta – Hasil pemilihan umum parlemen Prancis putaran kedua diprediksi bakal mengejutkan. Sebab, jajak pendapat di negara tersebut menunjukan bahwa kubu sayap kiri unggul dan berhasil mengalahkan sayap kanan dan koalisi Presiden Emmanuel Macron.
Dinukil Al Jazeera, Senin (8/7), tidak ada satu kelompok pun yang memenangkan mayoritas mutlak dalam pemungutan suara putaran kedua hari Minggu (7/7), sehingga membuat Prancis terjerumus ke dalam ketidakpastian politik dan tidak adanya jalur yang jelas untuk membentuk pemerintahan baru jelang tiga minggu Olimpiade Paris.
Perdana Menteri Gabriel Attal mengatakan bahwa dirinya akan mengajukan pengunduran diri kepada Macron pada Senin (8/7/2024). Meski begitu, ia akan siap untuk bertugas “selama diperlukan,” terutama mengingat Olimpiade yang akan datang.
Baca juga: MA Putuskan Donald Trump Punya Kekebalan Hukum di Kasus Pemilu 2020
Front Populer Baru (NFP) yang dibentuk bulan lalu setelah Macron menyerukan pemilihan cepat berhasil menyatukan kelompok Sosialis, Hijau, Komunis, dan kelompok sayap kiri keras France Unbowed yang sebelumnya terpecah menjadi satu kubu.
Predikasi dari lembaga survei besar menunjukkan NFP akan menjadi blok terbesar di Majelis Nasional baru dengan 172 hingga 215 kursi, aliansi Macron dengan 150 hingga 180 kursi, dan RN dengan 120 hingga 152 kursi.
Hal ini bersrti, tak ada kelompok yang mendekati 289 kursi yang dibutuhkan untuk mayoritas absolut dan belum jelas bagaimana pemerintahan baru dapat dibentuk.
Tokoh Aliansi Sayap Kiri Jean-Luc Melenchon, pemimpin sayap kiri France Unbowed (LFI) dan tokoh kontroversial koalisi NFP, menuntut agar kaum kiri diizinkan untuk membentuk pemerintahan.
Baca juga: Sengketa Pemilu Pengaruhi Minat Investor Asing? Ini Jawaban Ekonom Citi Indonesia
“Bagian-bagian konstituennya, kelompok kiri yang bersatu, telah menunjukkan diri mereka setara dalam peristiwa bersejarah ini dan dengan cara mereka sendiri telah menggagalkan jebakan yang dibuat untuk negara ini. Dengan caranya sendiri, sekali lagi, hal ini telah menyelamatkan Republik,” tegas mereka.
Sebelumnya, Partai Nasional (RN) yang dipimpin kandidat presiden veteran, Marine Le Pen, memimpin pemilu setelah putaran pertama tanggal 30 Juni, dengan jajak pendapat memperkirakan dia akan memimpin partai terbesar di parlemen setelah pemilu hari Minggu.
Namun proyeksi berdasarkan sampel suara dari empat lembaga pemungutan suara utama dan dilihat oleh kantor berita AFP pada hari Minggu menunjukkan tidak ada kelompok yang akan meraih mayoritas mutlak, dan NFP yang beraliran kiri mengungguli Ensemble yang berhaluan tengah dari Macron dan RN yang anti-imigrasi dari Le Pen yang bersifat Eurosceptic. .
Macron, yang belum berbicara di depan umum mengenai proyeksi tersebut, menyerukan “kehati-hatian dan analisis terhadap hasilnya”, kata seorang ajudannya, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, menurut laporan kantor berita AFP.
“Air pasang sedang meningkat. Kali ini kenaikannya tidak cukup tinggi, namun terus meningkat dan, akibatnya, kemenangan kita hanya tertunda,” tambahnya. (*)
Editor: Galih Pratama