Apa yang perlu dilakukan? Bank-bank harus menjaga “brankasnya” tetap aman dan tidak “digangsir” bank-bank tetangga dalam hal perebutan dana pihak ketiga (DPK). Ekspansi kredit hanya dilakukan jika benar-benar aman dengan dukungan DPK yang memadai dan jaminan yang likuid. Jangan sampai, maksud hati ingin meningkatkan laba dengan melakukan ekspansi kredit, tapi malah membunuh bank sendiri.
Nilai tukar rupiah sulit dikendalikan. Karena itu, bank-bank sudah seharusnya terus meningkatkan dan memantau semua risiko, terutama risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko kredit, yang bisa saja datang secara tiba-tiba. Sebab, pengalaman krisis, selalu saja terjadi apa yang disebut flight to quality—memilih bank yang dinilai aman.
Nilai tukar rupiah yang tak pasti membuat debitor kesulitan. Potensi kredit macet menjadi sangat besar. Sejumlah sektor juga mengalami masalah dan kini bank-bank dalam kesulitan yang luar biasa jika rupiah menembus Rp16.000 per US$1. Di sinilah seharusnya manajemen bank mulai melakukan cara lain agar selamat mengarungi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Persoalan likuiditas juga harus diperhatikan. Usahakan mencari dana-dana yang berjangka panjang. Jangan sampai kehausan likuiditas hanya karena terkena gosip murah yang selalu muncul ketika sedang krisis. Bank-bank harus menjaga gosip kalah kliring, rush atau reputasi buruk lainnya. Bank sehat pun kalau terkena kabar sas-sus bisa hilang dalam waktu yang singkat.
Untuk itu, sudah waktunya BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan selalu melakukan koordinasi. Hadirnya Halim Alamsyah menjadi Ketua Komisioner LPS menggantikan Heru Budiargo yang selesai masa tugasnya merupakan pilihan yang tepat. Soalnya, Halim merupakan orang dalam BI dan OJK yang tentunya mudah berkoordinasi dengan OJK dan BI.
Bank-bank tak perlu lagi melakukan hal aneh-aneh. Hal yang perlu dilakukan di musim perlambatan ini ialah menyiapkan SDM, infrastruktur, dan standard operating procedure (SOP) agar bisa ekspansi pada masa-masa yang akan datang. Kegelapan tentu tak selamanya akan terjadi. Tidak semua sektor juga akan mati. Salah satu sektor yang paling menjanjikan ialah masih sektor konsumer, di luar sektor properti. Namun, tentu tidak semua properti mengalami “tidur panjang”.
Dan, dalam kondisi yang tak pasti ini tentu bank-bank lebih memerhatikan risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kredit, dan risiko reputasi. Jagalah dengan baik agar bank Anda bisa melewati jalan yang lambat ini. Badai pasti akan berlalu, tapi mungkin tidak sekarang atau tahun depan. Kali ini perlambatan pertumbuhan ekonominya sedikit lebih lama hingga akhir 2017. Jadi, bersiap-siap, sedia payung sebelum hujan. Segala sesuatu bisa terjadi.
Page: 1 2
Jakarta - Nilai tukar rupiah mencatatkan penguatan tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (18/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 18 November… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan kesiapan untuk mendukung target pemerintah menambah kapasitas pembangkit energi… Read More
Jakarta - Additiv, perusahaan penyedia solusi keuangan digital, mengumumkan kemitraan strategis dengan PT Syailendra Capital, salah… Read More