Jakarta – Industri properti tahun 2017 masih belum terliat tanda-tanda menggairahkan. Kondisi tersebut terliat dari kinerja beberapa perusahaan properti, salah satunya PT Wika Realty, yang merupakan anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Presiden Direktur Wika Realty, Agung Salladin mengatakan, tahun 2017 bukanlah tahun yang menggembirakan. Pasalnya buat perusahaan beberapa target yang dicanangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ( RKAP) tidak tercapai. Belum pulihnya industri properti menjadi salah satu alasannya.
Ia mengungkapkan, tahun lalu perusahaan hanya berhasil memnukukan penjualan di Rp1,5 triliun angka tersebut baru mencapai 80 persen dari target yang dicanangkan dalam RKAP. Hal serupa juga terjadi pada posisi marketing sales yang hanya bisa diraih sebesar Rp2,5 triliun atau baru sebesar 70 persen dari target RKAP.
“Oleh sebab itu tahun lalu kita mengejar posisi laba, yang secara prosentase hampir mendekati target,” kata Agung usai menghadiri groundbreaking Bintaro Mansion Apartemen di Tanggerang, Sabtu, 17 Febuari 2018.
Melihat hasil itu, pihaknyapun tak putus assa. Justru tahun ini, melihat kondisi infrastruktur yang mulai semakin baik, pihaknya justru akan lebih ekspansi.
Baca juga: Bisnis Properti Akan Membaik di Tahun 2018
Tak tanggung-tanggung, target yang dicanangkan dalam RKAP pun dibocorkan Agung cukup mencengangkan.
Wika Realty menargetkan raihan marketing sales hingga mencapai Rp4,4 triliun atau tumbuh sekitar 76 persen. Sementara penjualan mencapai Rp2,9 triliun atau tumbuh lebih dari 87 persen.
Keoptimisan Wika sungguh beralasan, karena tahun ini pihaknya telah berhasil mengantongi 22 kontrak baru di 13 kota dan sembilan provinsi.
Meski tidak menyebutkan nilai kontrak yang diraih seberapa besar, ini menjadi tanda tanya, apakah tahun ini industri properti benar-benar akan bangkit?
“Tahun ini kebutuhan tetap ada. Makanya kita akselerasi dengan lokasi-lokasi yang bagus untuk kita dorong, seperti di Jabodetabek,” jelasnya.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, karakteristik pasar properti di Indonesia mengikuti kaidah supply driven. Artinya kebangkitan pasar properti lebih dikarenakan aksi-aksi yang dilakukan para pengembang. Bukan demand driven.
“Karena kalau permintaan sebenarnya pasar properti Indonesia tidak akan kehabisan daya beli, apalagi segmen menengah atas,” jelasnya saat dihubungi.
Kondisi tersebut terjawab karena meskipun daya beli dan permintaan cukup besar, namun penjualan properti relatif masih tertahan.
Ia menjelaskan para investor selama tahun 2017 belum menemukan produk yang sesuai karena perilakunya yang semakin selektif.
Banyaknya investor yang terbuai harga terlalu tinggi pada periode booming 2010-2012 membuat mereka semakin berhati-hati membeli dengan harga yang sudah terlalu tinggi. (*)