Oleh Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, Dosen FEB Trisakti dan MET Atmajaya.
Aksi korporasi merger dan akuisisi adalah hal yang bagus bagi perusahaan dan industri. Hal ini tidak lepas dari teori sekala ekonomis dimana aksi ini mampu menurunkan biaya operasional perpendapatan yang didapatkan bila dilakukan dengan tepat.
Industri perbankan Indonesia masih terus berkembang dan masih menjadi jantung ekonomi Indonesia. Bank menyalurkan uang ke sistem ekonomi yang berfungsi memutar roda perekonomian. Bagaikan jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh, begitulah peran sentral bank. Bank yang baik dan sehat sangat di butuhkan dalam sistem perekonomian.
Bank besar selalu lebih diuntungkan karena bank yang besar membuat masyarakat lebih percaya akibat besarnya aset dan permodalan. Kepercayaan pada bank besar tersebut membuat masyarakat bersedia menempatkan dana baik dalam bentuk tabungan maupun deposito tanpa meminta imbalan atau bunga yang tinggi. Hal ini pada akhirnya membuat cost of fund bank menjadi rendah.
Bank dalam menjalankan bisnis akan menyalurkan dana pihak ketiga atau dana masyarakat ke perusahaan atau perseorang dalam bentuk kredit atau pinjaman.
Ketika cost of fund bank rendah, maka bunga kredit yang di tawarkan akan rendah dan dapat bersaing dengan bank lain. Ini membuat perusahaan dan perseorangan tertarik dan antri untuk mengambil kredit. Ini membuka peluang bank memilih peminjam atau kreditur yang baik dalam arti punya kualitas baik dan risiko gagal bayar yang rendah.
Hal ini yang membuat Otoritas Jasa Keuangan – OJK mendorong bank-bank di Indonesia melakukan aksi merger atau akusisi agar di dapatkan bank-bank besar yang besar dan kuat dari segi permodalan maupun ekuitas.
Kami melihat aksi korporasi yang dilakukan PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten – BEKS) ke dalam PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) adalah sesuatu yang baik. Dari data tahun lalu yang penulis dapatkan, Pemda Provensi Banten sebagai Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten juga adalah pemegang saham Bank BJB sebesar 5,29%.
Hal ini tentu menguntungkan karena akan mempermudah dan mepercepat proses aksi korporasi ini. Pengabungan usaha sendiri mengacu pada mekanisme merger dimana dua entitas akan bergabung menjadi satu entitas baru. Biasaya proses ini tidak akan mengganggu opersional kedua bank.
Merger punya keuntungan karena akan meningkatkan efisiensi kedua bank. Setiap bank punya kelebihan sehingga bila di gabung akan menghasilkan sinergi yang kuat. Pengabungan pasti menambah jumlah aset bank tersebut sehingga menghasilkan bank yang lebih besar. Jumlah nasabah baik deposan maupun peminjam juga meningkat. Selain itu jumlah cabang utama dan cabang pembantu juga menjadi lebih banyak sehingga dapat melayani nasabah lebih banyak.
Ketika cabang berdekatan maka dapat di gabung sehingga mengurangi biaya operasional cabang. Sumber daya manusia juga meningkat dan dapat di alokasikan untuk ekpansi ke tempat lain. Selain itu biasanya akan terjadi transfer teknologi antar bank sehingga meningkatkan kualitas pelayanan kedua bank kepada nasabah.
Bila melihat domografi maka jumlah penduduk Banten di tahun 2019 adalah 12,96 juta jiwa dan Jawa Barat adalah 49,31 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk kedua wilayah tentu menguntungkan bagi kedua bank karena potensial nasabah yang dapat dilayani sangat besar.
Selain itu Bank Pembangunan Daerah – BPD biasanya menjadi bank transaksi dan tempat penempatan dana oleh pemerintah daerah. Karena itu pengabungan ini tentu meningkatkan aktifitas bisnis kedua bank karena melibatkan dua Propinsi yang besar.
Melihat solidnya posisi keuangan Bank BJB tentu tidak akan mengalami masalah berarti ketika melakukan aksi korporasi ini. Tekanan yang terjadi di pasar keuangan kususnya pasar modal membuat sebagian besar bank mengalami penurunan harga. Kekawatiran perlambatan aktifitas ekonomi akibat pandemi Covid 19 membuat sebagian orang menjual saham. Tetapi bagi sebagian orang yang paham tentu ini membuka peluang pembelian dan bila dilakukan investasi dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan.
Industri keuangan biasa di nilai dengan PBV atau Price Book Value. Rasio ini membandingkan harga saham dengan nilai buku perlembar saham. Nilai buku perlembar saham sendiri di ambil dari Pengurangan jumlah aset dengan kewajiban perusahaan. Hal ini dikenal sebagai ekutas perusahaan. Data ini lalu di bagi jumlah saham beredar.
Industri bank baik dari sisi aset mapun kewajiban sudah mencermintan nilai pasar atau harga wajar. Memang ada beberapa aset tetap yang nilainya masih tercatat dengan nilai buku yang tidak selalu di lakukan revaluasi.
Tetapi melihat hal tersebut kami melihat Bank BJB – BJBR masih punya peluang. Berdasarkan perhitungan kami PBV BJBR dengan harga 910 ada di angka 0.74. padahal dalam keadan normal BJBR biasa diperdagangkan pada PBV 2,28 x sampai 3,36x. Bila mengacu pada PBV 1 kali maka BJBR masih berpeluang naik ke level 1236. Melihat aksi koroporasi bank yang kami nilai positif membuat rekomendasi beli untuk BJBR. (*)