Jakarta – Setelah disahkannya Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) pada Desember 2022 yang lalu, telah memutuskan untuk menambah tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai Lembaga Penjamin Polis (LPP).
Wakil Menteri Keuangan RI, Suahasil Nazara, mengatakan bahwa mandat tersebut sebagai kelanjutan dari Undang-Undang Tahun 2014 tentang perasuransian, dimana pada dasarnya aturan bagi penjamin polis berbeda dengan aturan penjamin simpanan bank.
“Namun penjaminan polis berbeda dengan penjaminan simpanan bank, naturenya berbeda karena nyimpan di bank berbeda naturenya dengan membeli polis asuransi,” ucap Suahasil.
Ketika ditanya terkait ketakutan industri perbankan terhadap kehadiran LPP, jelas Wamenkeu, bahwa nantinya akan dibentuk resolusi untuk asuransi. Asal tahu saja, kalangan industri perbankan khawatir pendanaan yang disimpan oleh bank di LPS akan digunakan oleh LPP.
“Ya pasti kan nanti ada tata kelolanya, resolusi asuransi itu juga berbeda dengan resolusi bank, sekarang kan resolusi bank sudah tertata dengan relatif lebih rapi artinya kita musti bikin resolusi untuk asuransi,” ujar Suahasil.
Sehingga, ia berharap dalam beberapa tahun semua penjaminan polis dengan kondisi sehat akan bergabung menjadi peserta, dan pemerintah berkomitmen untuk melakukan penyehatan untuk industri asuransi yang sakit.
Melihat hal itu, Direktur Eksekutif AAUI, Bern Dwyanto mengatakan bahwa penyelenggaraan LPP dilakukan agar masyarakat dapat kembali mempercayai keberadaan dan pentingnya asuransi. Kehadiran LPP juga diharapkan dapat melindungi dan menjamin dana nasabah yang dikelola perusahaan asuransi serta mengembalikan citra perusahaan asuransi yang baik.
AAUI berharap penyelenggaraan LPP dapat memerhatikan beberapa hal, diantaranya adalah penyelenggara LPP harus benar-benar memahami isi polis dan aturan yang berlaku pada polis asuransi baik asuransi umum, maupun asuransi jiwa ataupun syariah, dimana pihak tersebut harus capable dan competence.
“Ketentuan produk apa saja yang dijamin, seberapa besar nilai yang dijamin, bagaimana dengan pelaku-pelaku usaha yang tidak mengelola risiko dengan baik, LPP perlu menyesuaikan diri dengan sistem digitalisasi yang telah banyak dibangun oleh perusaan asuransi,” ucap Bern kepada Infobanknews dikutip 22 Februari 2023.
Bern mengungkapkan, seharusnya industri perbankan tidak perlu khawatir akan adanya LPP, hal ini karena tidak semua perusahaan dapat memperoleh jaminan dari LPP. Hanya perusahaan asuransi yang telah mematuhi semua persyaratan dan memiliki tata kelola yang dinilai baik menurut hasil asesmen.
“LPS harus menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis, serta menetapkan dan memungut kontribusi pada saat perusahaan asuransi pertama kali menjadi peserta,” imbuhnya.
Selain itu, LPS sebagai LPP juga berwenang melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajibannya, termasuk melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang serta aset lainnya.
“Kami hanya berharap LPS yang akan menjadi penjamin polis dapat beroperasi sebelum lima tahun dan jangan sampai lebih dari itu. Meskipun kami sadar bahwa masih banyak hal yang perlu disiapkan sebaik-baiknya agar nantinya lembaga tersebut dapat berjalan dan berfungsi dengan semestinya,” ujar Bern.
Senada, Direktur Utama Asuransi BRI Life, Iwan Pasila, sebagai pelaku industri asuransi menyatakan, saat ini OJK dan industri tengah mengupayakan perbaikan kualitas pengelolaan asuransi sehingga harapannya ke depan semua perusahaan sudah menerapkan prinsip-prinsip dasar pengelolaan asuransi yang sehat.
“Jangan lupa akan ada iuran yg dibayarkan oleh perusahaan asuransi dan ini akan terakumulasi juga nantinya, sehingga dalam jangka panjang seharusnya tidak akan mengganggu kinerja LPS,” tambah Iwan saat dihubungi Infobanknews di Jakarta.
Ia berharap, LPP seharusnya dapat memberikan kenyamanan kepada nasabah bahwa nantinya nasabah memiliki hak atas polisnya dan akan dibayarkan jika hal buruk terjadi. Di samping itu, nantinya proses pengelolaan tentunya akan lebih baik karena sudah terdapat LPP dan OJK serta asosiasi yang juga meningkatkan pengawasan bagi perusahaan asuransi.
President Direktur PT Zurich Asuransi Indonesia, Edhi Tjahja Negara, yang juga sebagai pelaku industri asuransi berharap agar LPP nantinya dapat melindungi para tertanggung atas polis yang dimilikinya, sehingga tertanggung dapat tetap menerima haknya.
“Melihat dampak jangka panjang, dengan ini masyarakat akan semakin percaya dengan perusahaan asuransi, dan di lain sisi penetrasi perusahaan asuransi di Indonesia akan semakin tinggi,” kata Edhi.
Tidak jauh berbeda, Edhi menilai program LPP mensyaratkan adanya iuran awal dari seluruh anggotanya, yaitu seluruh perusahaan asuransi yang memenuhi persyaratan dan juga iuran rutin yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Dengan demikian, industri perbankan tidak perlu khawatir LPP akan menggunakan dana perbankan, karena yang perlu diperhatikan adalah profesionalitas manajemen LPS perlu dijamin agar kinerjanya dapat berjalan secara optimal, termasuk pelayanannya kepada industri perbankan sekaligus industri perasuransian.
Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo pun menggarisbawahi dua hal yang menjadi kesepahaman antara LPS sebagai pelaksana LPP dengan OJK sebagai pihak yang berwenang melakukan likuidasi asuransi, dimana perusahaan asuransi yang akan bergabung dalam LPP harus dalam keadaan sehat dan yang kedua hanya polis bersifat proteksi yang mendapat penjaminan.
“Selebihnya OJK akan mengelaborasi yang dikategorikan sebagai syarat “sehat” dan selanjutnya LPS akan menyusun peraturan lebih terperinci mengenai nomenklatur LPP antara lain kebutuhan SDM, organisasi, sumber daya, iuran, tata kelola, dan sebagiannya,” ucap Irvan dalam pesannya kepada Infobanknews.
Lebih lanjut, menurut Irvan yang perlu diwaspadai dan diawasi dengan ketat adalah adanya kemungkinan cross funding antara dana penjaminan simpanan dengan dana penjamin polis.
Meski begitu, LPP diyakini tidak akan menganggu LPS karena di dalam peraturan yang akan disusun termasuk tata kelola pengelolaan dana jaminan yang akan dilakukan terpisah antara penjaminan simpanan dan penjaminan polis.
Namun, hingga saat ini, Pemerintah masih belum menyampaikan negara mana yang akan dijadikan contoh ataupun benchmarking bagi pelaksanaan LPP. Meski begitu, Irvan memperkirakan akan condong mencontoh negara-negara di ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra