Jakarta – Upaya kolaboratif antara lembaga pemerintah, sektor swasta, organisasi multilateral, serta masyarakat sipil sangat penting untuk mempercepat transisi energi yang adil di kawasan Asean maupun kawasan lainnya.
Chief Sustainability Officer, Standard Chartered Bank, Marisa Drew mengatakan, institusi keuangan memegang peranan penting dalam mengerahkan modal dari sektor swasta dan menciptakan solusi keuangan bagi negara-negara berkembang, termasuk ASEAN.
“Kami percaya tidak ada satu bank manapun yang bisa membantu proses transisi menuju net zero dengan sendiri, dan karena itu memerlukan upaya kolaboratif,” ujarnya dalam diskusi panel bertema Decarbonizing Southeast Asia: Charting ASEAN’s Pathway to a Net-Zero Future, dikutip 5 September 2023.
Baca juga: Transisi Energi Terbarukan Perkuat Ekonomi Kawasan
Lebih lanjut Marisa mencontohkan, keterlibatan Standard Chartered dalam inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP), telah mendorong adanya upaya bersama di tingkat global demi tercapainya dekarbonisasi.
Menurutnya, sebagai salah satu partisipan JETP, Standard Chartered berkontribusi dalam bentuk komitmen penyediaan modal, berbagi ide dan praktik terbaik, serta berinovasi untuk menghadirkan sumber-sumber alternatif pembiayaan baru.
Selain itu, Standard Chartered juga turut berperan dalam terobosan lainnya dalam upaya peningkatan pembiayaan hijau.
“Kami adalah pemegang saham dan salah satu pendiri Climate Impact X, sebuah terobosan besar dalam menciptakan perdagangan karbon yang berfokus pada Asia di mana kita dapat membeli dan menjual carbon credit secara transparan untuk membantu mendanai transisi net zero,” ungkapnya.
Adapun Climate Impact X merupakan salah satu pelopor kehadiran bursa karbon di ASEAN yang dapat menjadi percontohan bagi banyak negara ASEAN lainnya.
Di sesi yang sama, Managing Director of the Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Yuki Yasui menyebut, pihaknya memiliki punya empat strategi pembiayaan untuk mendukung dekarbonisasi ekonomi riil.
Pertama, yaitu mendukung proyek-proyek ramah lingkungan dan perusahaan-perusahaan ramah lingkungan.
Kedua, pembiayaan terhadap perusahaan yang memiliki komitmen pencapaian emisi nol karbon. Ketiga, mendanai transisi perusahaan-perusahaan yang saat ini sedang berupaya melakukan dekarbonisasi.
Sedangkan yang terakhir, mendukung pensiun dini aset perusahaan yang tidak ramah lingkungan.
Baca juga: Indonesia Butuh Dana Rp4,299 Triliun Untuk Atasi Perubahan Iklim, Duitnya dari Mana?
“Dan agar lembaga-lembaga keuangan benar-benar mau membiayai keempat kelompok pembiayaan ini, yang kita miliki adalah kerangka kerja umum yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan dalam implementasinya dan seperti sebuah rencana aksi,” ucap dia.
Sementara itu, President of Kasikornbank Thailand Pipit Aneaknithi mengaku, sepakat bahwa upaya mencapai target iklim ini perlu dilakukan bersama-sama. Menurut dia, masalah iklim tidak hanya menjadi masalah regional semata, tetapi perlu penanganan selaras secara global.
“Saya rasa ada beberapa hal yang ingin saya tegaskan kembali, yaitu bahwa hal ini berlaku secara regional, namun jangan lupakan keselarasan dengan global karena kita semua sedang bergerak menuju visi bersama yang global. Bukan hanya visi bersama regional saja. Ini adalah upaya global,” tambahnya. (*)