Tips & Trick

Memetik Pelajaran Dari Kasus Investasi Bodong

Jakarta – Banyak perusahaan atau lembaga di luar industri jasa keuangan yang melakukan aktivitas menghimpun dana dan mengelola investasi layaknya lembaga jasa keuangan dengan tidak benar alias membohongi para investor. Tanpa memperoleh izin pembentukan usaha dan izin produk dari otoritas terkait, mereka melakukan kegiatan pengumpulan dana masyarakat dan menawarkan produk investasi dengan iming-iming bunga tinggi dan tetap. Inilah bentuk invetasi ilegal yang mendapat cap “bodong” karena tidak jelas siapa otoritas pengawasnya.

Lihat contoh kasus penghimpunan dana yang dilakukan Pandawa Group di Depok, Jawa Barat. OJK dan Satgas Waspada Investasi memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan Pandawa Group yang berkedok sebagai koperasi simpan pinjam itu karena berpotensi merugikan masyarakat dan diduga melanggar undang-undang (UU) tentang perbankan.

Pandawa Group, yang berkantor di Jalan Raya Meruyung Nomor 8A, RT 002/RW 024, Meruyung, Limo, Kota Depok, Jawa Barat, itu diketahui melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dengan tawaran bunga atau keuntungan investasi yang tinggi. Pemimpin Pandawa Group, Salman Nuryanto, dan pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group kemudian dipanggil untuk memberikan keterangan di OJK.

Dalam temuannya, Satgas Waspada Investasi menunjukkan adanya perjanjian antara Pandawa Group dan nasabah yang ditandatangani oleh Salman Nuryanto. Walaupun, itu hanyalah akal-akalan Salman Nuryanto demi mencari “untung” dari masyarakat yang tidak paham dan mudah dibuai. Penghimpunan dana masyarakat dilakukan secara pribadi oleh Salman Nuryanto dan tidak ada kaitannya dengan KSP Pandawa Mandiri Group.

Pandawa Group dibekukan pada Februari 2017 lalu. Praktik investasi tipu-tipu ini memakan korban ratusan ribu orang dengan nilai kerugian ditaksir mencapai Rp6 triliun.

Selain Kasus Pandawa Group, Satgas Waspada Investasi menyatakan bahwa aktivitas PT Cakrabuana Sukses Indonesia (PT CSI) di Cirebon, Jawa Barat, sebagai kegiatan yang melanggar hukum atau ilegal. PT CSI menjadikan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) BMT Madani Nusantara dan KSPPS BMT Sejahtera Mandiri yang tidak memiliki izin sebagai tempat menghimpun dana masyarakat, dengan model bisnis investasi emas dan tabungan dengan return atau imbal hasil sekitar 5% per bulan.

PT CSI kemudian dilaporkan oleh OJK dan Satgas Waspada Investasi ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana melakukan penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud pasal 59 UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Hasil penyidikan Bareskrim Polri diharapkan dapat menjerat PT CSI dengan tindak pidana pencucian uang sesuai dengan pasal 5 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dana-dana masyarakat yang telah dihimpun PT CSI merupakan tanggung jawab direksi atau pengurus PT CSI sebagai penerima dana. Sebab, dana masyarakat yang dihimpun PT CSI tidak mendapatkan penjaminan dari lembaga mana pun.

Contoh investasi ilegal berikutnya seperti tergambar dari kasus Dream for Freedom. Satgas Waspada Investasi sudah meminta Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jakarta Barat serta Dinas Koperasi dan Perdagangan DKI Jakarta untuk mencabut SIUP PT Loket Mandiri dan SIUP PT Promo Indonesia Mandiri yang mengeluarkan produk investasi Dream for Freedom karena dianggap melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan.

Kantor Dream for Freedom sendiri selama ini sudah beroperasi di berbagai daerah dengan peserta terbesar di wilayah Bengkulu, Palembang, dan Jakarta. Modus penawaran investasi bodong yang dilakukan Dream for Freedom atau “D4F” atau “Nesia” ini ialah dengan cara peserta membayar biaya pendaftaran. Lalu, peserta memperoleh fasilitas untuk memasang iklan secara online dan cuma-cuma pada suatu situs web (website). Peserta dapat memilih paket keikutsertaan dengan nominal tertentu dengan paket silver, paket gold, atau paket platinum. Peserta akan mendapatkan manfaat berupa bonus pasif sebesar 1% selama 15 hari, bonus aktif sebesar 10% jika peserta dapat merekrut anggota baru. Pada tahap tertentu, peserta akan memperoleh penghasilan tetap antara Rp5 juta dan Rp500 juta per bulan sebagai bonus manajer dari level ruby, saphire, crown, dan diamond.

Beberapa contoh kasus tersebut memberikan gambaran bahwa iming-iming bunga atau imbal hasil tetap dan tinggi sangat mudah memengaruhi para calon investor, yang sayangnya menjadi tidak bijak. Masyarakat menjadi gelap mata karena ingin cepat-cepat mendapatkan keuntungan secara instan tanpa memastikan keamanan produk dan keabsahan perusahaan pemberi penawaran investasi. (*) Paulus Yoga

Apriyani

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

5 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

6 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

7 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

7 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

9 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

9 hours ago