Membangun Zhenshen Indonesia

Membangun Zhenshen Indonesia

Oleh Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen Bank Central Asia

PAGI itu saya melakukan kunjungan ke Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). Sebuah kawasan industri yang telah memperoleh status sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zone) pada 2025 sebagaimana banyak dikembangkan di negara lain, terutama di Tiongkok sejak zaman Deng Shiao Ping. Kawasan industri ini sudah beberapa kali saya dengar namanya dan membuat saya tertarik untuk mengunjunginya.

Kunjungan kali ini berkaitan dengan kunjungan saya ke perusahaan keramik yang bernama Rumah Keramik Indonesia. Namun, kunjungan ke kawasan industri tersebut betul-betul menambah pengetahuan saya mengenai bagaimana pemerintah mengembangkan kawasan ekonominya untuk mempercepat pembangunan di daerah tersebut.

Di kawasan tersebut, beberapa pabrik sudah berdiri. Ada KCC, sebuah perusahaan kaca yang besar dari Korea. Ada juga SEG Solar, sebuah perusahaan yang didirikan oleh SEG Solar dari Texas bersama mitranya dari Tiongkok, yang menghasilkan solar panel yang sekarang makin banyak dibutuhkan dalam rangka peralihan menuju renewable energy. Pabrik tersebut telah menyelesaikan tahap pertamanya. Ke depan, mereka rencananya akan membangun pabrik dengan kapasitas sampai 5 GW.

Beberapa waktu lalu, LG Chem juga berencana membangun pabrik pemrosesan bahan baku baterai yang besar. Sayang sekali sampai dengan hari ini rencana tersebut belum atau tidak terealisasi. Padahal, rencana tersebut sangat strategis karena bisa menghubungkan penghasil bahan baku, yaitu Mixed Hydroxide Precipitates (MHP) dari pabrik yang banyak terdapat di Morowali maupun Maluku Utara, kepada pabrik baterai hilir yang sudah mereka bangun bersama General Motor dan beberapa perusahaan lain di beberapa lokasi di Amerika Serikat dan Kanada selain menyuplai pabrik baterai hilir mereka sendiri di Karawang bersama Hyundai.

Baca juga: Industri Pembuatan Kapal Indonesia, Terbesar dan Disegani di Asia Tenggara

KITB sebagai Kawasan Industri

KITB saat ini berdiri di atas lahan seluas 3.500 hektare dan dibangun di bekas lahan perkebunan BUMN milik PT Perhutani. Di kawasan itu, kebutuhan investor untuk membangun pabrik mulai terpenuhi terutama infrastrukturnya, berupa jalan raya, aliran listrik, penyediaan air minum, serta jaringan telekomunikasi, yang dewasa ini sudah tersedia dalam jumlah dan kualitas yang sangat memadai.

Kawasan industri tersebut memiliki akses langsung ke Jalan Tol Semarang-Batang yang merupakan bagian dari Tol Pantai Utara Jawa. Selain itu, kawasan industri tersebut memiliki akses ke jalan nontol Pantura dan dilalui jaringan kereta api.

Bahkan, pada jaringan kereta api tersebut saat ini sedang disiapkan pembangunan sebuah stasiun pengangkutan kereta api di dalam kawasan tersebut yang dikenal sebagai “Batang Dry Port”. Sebuah stasiun kargo di mana barang-barangnya akan diangkut dengan menggunakan fasiltas sarana PT Kereta Api Indonesia (PT KAI Logistik), untuk diangkut ke berbagai destinasi utama terutama di pelabuhan Jakarta, Surabaya, dan di pelabuhan lain di Pulau Jawa.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata transportasi barang dengan menggunakan kereta api lebih ekonomis dan memiliki emisi karbon yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan truk.

Di kawasan industri Batang tersebut pada waktunya nanti juga akan dibangun pelabuhan yang besar yang bisa didarati kapal-kapal berukuran besar. Dewasa ini sudah dibangun jetty yang mampu menampung kapal berukuran 500 ton. Meskipun kecil tapi sudah memberikan manfaat yang besar kepada perusahaan seperti Rumah Keramik Indonesia.

Bagi Rumah Keramik Indonesia, pengangkutan bahan baku bagi pabrik mereka yang didatangkan dari Kalimantan ternyata mampu menghemat cukup besar jika dilakukan melalui pelabuhan (jetty) dari KITB tersebut dibandingkan jika mereka mendatangkannya melalui pelabuhan Semarang.

Di KITB tersebut dewasa ini sudah cukup banyak perusahaan yang memesan lokasi untuk pembangunan pabrik mereka. Dengan ditetapkannya KITB sebagai KEK diharapkan proses perizinan untuk pembangunan pabrik tersebut menjadi lebih dipermudah dan dipercepat.

Sementara perusahaan tersebut membangun pabriknya, pengelola KITB sudah menyiapkan ruang kantor yang bisa dipergunakan oleh para investor sebelum bangunan pabrik mereka selesai. Gedung kantor di kawasan tersebut merupakan suatu daya tarik tersendiri bagi para investor yang membangun pabrik di situ. Selain gedungnya yang mewah, keberadaan mereka bisa membantu terciptanya networking dengan sesama investor sehingga pada akhirnya bukan tidak mungkin akan tercipta jaringan terintegrasi vertikal maupun horizontal di antara sesama investor di kawasan tersebut.

Di KITB tersebut dewasa ini juga terdapat investor asal Tiongkok yang membangun gedung untuk pabrik atau gudang yang siap pakai. Ternyata pembangunan gedung tersebut menarik banyak investor untuk memanfaatkan fasilitas yang ada sebagai gudang sementara selama gudang yang mereka siapkan sedang dibangun. Setiap gudang yang siap pakai memiliki luas sekitar 5.000 meter persegi sehingga sangat membantu bagi perusahaan yang memerlukan fasilitas gudang yang siap pakai untuk menampung hasil produksi industri mereka.

Di kawasan tersebut juga dibangun beberapa tower apartemen yang bisa disewa, secara keseluruhan menara ataupun disewa untuk sejumlah kamar sebagaimana apartemen pada umumnya. Dengan demikian, para eksekutif maupun manajer yang tinggal di luar daerah atau bahkan di luar negeri dapat memanfaatkan tempat tinggal tersebut selama mereka bekerja di Batang. Kedekatan kawasan tersebut dengan kota besar, yaitu Semarang, membuat KITB menjadi makin atraktif karena tersedianya sarana hiburan dan olahraga yang tidak terlalu jauh dari kawasan tersebut.

Dalam kunjungannya ke KITB pada 20 Maret 2025, Presiden Prabowo meresmikan status KITB sebagai KEK Industropolis Batang dan memberikan visi bahwa KITB akan menjadi Shenzen-nya Indonesia. Dengan luas lahan yang dimiliki dan jaringan aksesnya, KITB akan mampu menjadi Shenzen Indonesia dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Baca juga: Peluang Lebar Industri Keramik Indonesia

KEK di Berbagai Daerah

Dalam beberapa tahun terakhir ini, saya mengunjungi beberapa KEK yang bergerak di sektor industri manufaktur. Banyak sekali hal positif yang saya peroleh di berbagai KEK tersebut. Saya punya keyakinan besar, apabila KEK tersebut dikembangkan dengan perencanaan yang matang dan dikerjakan secara serius akan memberikan banyak dampak positif kepada masyarakat sekitar dan kepada seluruh perekonomian Indonesia pada umumnya.

Di Pulau Jawa, ada beberapa KEK yang saat ini berkembang dengan baik. Sebut saja KEK Kendal, yang jaraknya tidak jauh dari KITB. KEK Kendal adalah kawasan yang dibangun oleh Jababeka bersama Sembawang Corp dari Singapura yang banyak menampung investasi dari Tiongkok, seperti pabrik solar panel yang merupakan kerja sama antara Sinarmas Group, Indonesia Power, dan Trina dari Tiongkok.

Di Jawa Timur juga terdapat kawasan industri yang telah memperoleh status KEK, yaitu JIIPE (Java Integrated Industrial and Port Estate) yang dibangun oleh PT AKR Indonesia bekerja sama dengan Pelindo. Kawasan ini memiliki infrastruktur yang bagus dan pelabuhan laut dalam yang mampu menampung kapal kelas Panamax.

Kawasan tersebut memiliki luas sekitar 3.000 hektare dan dewasa ini menjadi lokasi pabrik besar, seperti smelter Freeport, pabrik kaca Xinyi, pabrik Sari Roti, dan pabrik garam Unichem Candi Indonesia. Berdasarkan informasi, di kawasan tersebut akan dibangun pabrik smelter tembaga besar di luar Freeport, pabrik smelter aluminium, dan lain-lain. Kawasan ini sudah sangat siap untuk mengembangkan diri seperti Shenzen Indonesia.

Di luar Pulau Jawa ada IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park), sebuah kawasan industri yang didirikan pada 3 Oktober 2013 oleh Presiden SBY dan menjadi KEK sejak Mei 2024. Kawasan ini menampung berbagai industri, terutama yang berkaitan dengan hilirisasi dari tambang nikel. Yang menarik, ternyata kawasan industri tersebut tidak hanya menampung pabrik baja nirkarat yang menggunakan bahan baku nikel, tetapi juga terdapat industri yang tidak terkait nikel yaitu pabrik baja karbon (carbon steel).

IMIP memiliki infrastruktur yang luar biasa, antara lain jalan darat, pelabuhan udara, dan pelabuhan laut. Untuk pelabuhan laut, kawasan industri ini telah memiliki pelabuhan yang sangat modern dan efisien (memiliki crane, yang menurut informasi jumlahnya tidak kalah dari Pelabuhan Tanjung Priok) sehingga mampu untuk meminimalkan biaya logistik bagi para investor di kawasan tersebut.

Situasi inilah yang membuat perusahaan baja karbon di kawasan tersebut mampu mengelola biaya produksinya sekecil mungkin sehingga mampu bersaing dengan perusahaan induk mereka di Tiongkok.

Dengan melihat perkembangan berbagai KEK di berbagai lokasi di seluruh Indonesia, maka pada hakikatnya masa depan perekonomian Indonesia bisa banyak bersandar kepada pengembangan kawasan tersebut. Semoga yang sudah baik dibangun jangan sampai dilemahkan lagi dengan berbagai regulasi yang mencekik mereka. (*)

Related Posts

News Update

Netizen +62