Membangun Indonesia dari Desa: Memperkuat Peran OJK dalam Inklusi Keuangan Desa

Membangun Indonesia dari Desa: Memperkuat Peran OJK dalam Inklusi Keuangan Desa

PERDESAAN memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang besar, terutama dilihat dari berlimpahnya sumber daya alam, banyaknya penduduk yang tinggal di perdesaan, serta luasnya wilayah perdesaan. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), perdesaan memiliki cakupan wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan perkotaan. Wilayah perdesaan terdiri atas 71.074 desa, sementara wilayah perkotaan terdiri atas 12.746 kelurahan.

Sayangnya, potensi perdesaan belum tergali dengan optimal. Faktor utama penggerak ekonomi, yaitu sumber daya manusia (SDM), masih jauh lebih dominan tinggal di perkotaan (56,7%) ketimbang perdesaan (43,3%). Rata-rata tingkat pendidikan penduduk perdesaan juga relatif lebih rendah. Sebagai imbasnya, tingkat kemiskinan penduduk desa jauh lebih tinggi daripada penduduk kota. Pada Maret 2021, BPS memperkirakan 13,1% penduduk desa berada di bawah garis kemiskinan, sementara penduduk kota berada di 7,89%.

Ketimpangan antara kota dan desa masih menjadi masalah klasik dalam perekonomian Indonesia. Maka dari itu, pembangunan desa menjadi sangat strategis dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional. Beragam perhatian telah diberikan untuk pengembangan ekonomi desa, salah satunya terlihat dari alokasi anggaran dana desa sebesar yang Rp68 triliun dalam APBN 2022. Dana tersebut diharapkan dapat mendukung pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan perekonomian desa agar dapat menjadi lebih sejahtera.

Tantangan Pembangunan Desa: Ketimpangan dalam Akses Keuangan

Salah satu tantangan pembangunan desa yang utama ialah ketimpangan akses keuangan, khususnya terkait dengan permodalan dan transaksi keuangan. Permodalan dibutuhkan untuk dapat menyiapkan SDM, alat produksi, serta material produksi yang diperlukan untuk mengolah potensi yang dimiliki desa tersebut. Sementara, akses transaksi keuangan dibutuhkan agar masyarakat desa dapat bertransaksi dengan penyedia alat/material produksi, mitra kerja sama produksi, maupun bertransaksi dengan pembeli serta mitra distribusi penjualan.

Pintu akses keuangan bagi masyarakat desa saat ini mulai terbuka lebar, dengan diundangkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang menjadikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang semula hanya sebagai badan usaha menjadi badan hukum. Dengan status badan hukum, BUMDes dapat menjadi platform bagi masyarakat desa yang membutuhkan akses permodalan/pembiayaan dan layanan transaksi keuangan yang disediakan oleh lembaga jasa keuangan (LJK).

Meskipun pintu mulai terbuka lebar, bukan berarti akses keuangan serta-merta dapat diperoleh dengan mudah. Aspek prudensial LJK memerlukan dipenuhinya persyaratan-persyaratan agar BUMDes dapat memperoleh permodalan/pembiayaan, antara lain perencanaan dan kelayakan bisnis, jaminan pembiayaan, serta kemampuan menjalankan tata kelola keuangan. Bagi BUMDes, hal tersebut menjadi tantangan yang tidak mudah karena adanya keterbatasan kualitas SDM di perdesaan.

Pemerintah sebagai pemangku kepentingan, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang menaungi pengaturan LJK dan mengemban amanat edukasi keuangan, memiliki peran besar agar BUMDes dapat memiliki akses keuangan yang dibutuhkan. BUMDes perlu diberikan edukasi agar memiliki literasi keuangan yang memadai sehingga layanan jasa keuangan dapat diperoleh dari LJK. Di lain sisi, untuk mendorong LJK memberikan jasa keuangan kepada BUMDes, OJK dapat menjadi fasilitator kerja sama LJK dan BUMDes dalam bentuk program-program khusus, baik yang dijalankan oleh OJK maupun bekerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya.

Peran OJK dalam Inklusi Keuangan Desa

OJK memiliki peran besar dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Sebagai institusi pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan, OJK memiliki instrumen yang sangat memadai untuk terlibat aktif mendorong tumbuhnya perekonomian nasional, termasuk mendorong tumbuhnya perekonomian perdesaan melalui dukungan sektor jasa keuangan.

OJK melalui program inklusi keuangan telah menginisiasi terbentuknya program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Program ini merupakan kerja sama OJK dengan pemangku kepentingan di daerah dan telah berjalan hampir di seluruh daerah di Indonesia. TPAKD menjadi fasilitator terjalinnya kerja sama antara pemerintah daerah, OJK, lembaga jasa keuangan, serta pelaku usaha di daerah. TPAKD telah memberikan banyak kontribusi, baik langsung maupun tidak langsung, pada pertumbuhan ekonomi di daerah dengan memfasilitasi akses keuangan sehingga potensi daerah dapat tergali dan membawa manfaat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah.

Dalam konteks perdesaan, program TPKAD dapat diperluas dengan menambahkan fokus pada akses keuangan perdesaan dengan membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Desa (TPAKDes). TPAKDes dapat digunakan sebagai wadah kerja sama antara OJK, Kementerian Desa, pemerintah daerah, pemerintah desa, serta BUMDes. TPAKDes diharapkan dapat mendukung BUMDes menjawab tantangan akses keuangan melalui edukasi dan literasi keuangan, edukasi bisnis, maupun kemudahan akses ke permodalan dan pembiayaan.

Selain melalui pembentukan TPAKDes, kemudahan akses keuangan bagi BUMDes dapat pula difasilitasi oleh OJK dengan menerbitkan peraturan khusus yang mengatur layanan LJK kepada BUMDes. Peraturan khusus tersebut diharapkan dapat memberikan relaksasi atas regulasi yang sudah ada, sehingga BUMDes lebih mudah mendapatkan layanan jasa keuangan serta memberikan dorongan kepada LJK untuk berperan aktif dalam melakukan edukasi dan peningkatan literasi keuangan kepada BUMDes.

Mempertimbangkan posisi strategis desa dalam pembangunan ekonomi nasional, OJK perlu menjadikan program inklusi keuangan desa sebagai program jangka panjang yang berkelanjutan. Program inklusi keuangan yang telah berjalan perlu diperkaya dan diperdalam agar dapat meningkatkan perekonomian desa melalui dukungan sektor jasa keuangan. Selain itu, perangkat organisasi OJK yang menaungi inklusi keuangan perlu diperkuat, agar program inklusi keuangan desa dalam jangka panjang dapat terlaksana secara berkelanjutan.

OJK sebagai Fasilitator Sinergi Membangun Desa Go Global

Salah satu harapan dari ekonomi perdesaan adalah agar hasil produksi desa tidak hanya dapat dinikmati oleh konsumen lokal namun juga dapat diekspor ke pasar global. Untuk mencapai harapan tersebut, BUMDes dapat menjadi salah satu tumpuan daya ungkit desa untuk menembus pasar global.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN telah menginisiasi sinergi antara BUMN dan BUMDes. BUMN berperan sebagai pengolah hasil produksi BUMDes dan/atau berperan sebagai mitra distribusi ekspor bagi BUMDes. Pasar ekspor mensyaratkan kualitas hasil produksi yang tinggi serta skala yang memadai (sizable scale). Oleh karena itu, BUMDes perlu memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi yang sesuai dengan permintaan pasar global serta mampu menjaga konsistensi pasokan.

Kemampuan menembus pasar global membutuhkan modal yang tidak kecil untuk membiayai SDM, menyediakan alat produksi, bahan baku, serta membiayai logistik. BUMN dalam skala tertentu dapat membantu aspek permodalan, namun agar dapat menjadi mandiri dan berkelanjutan, BUMDes tetap perlu memiliki akses ke permodalannya sendiri.

OJK dapat menjadi fasilitator inisiatif membangun desa go global, berkolaborasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Desa, melalui tatanan kebijakan sektor jasa keuangan yang dapat mewujudkan terciptanya sinergi permodalan dan pembiayaan dari LJK yang dibutuhkan baik oleh BUMDes maupun BUMN. Salah satu contoh bentuk pembiayaan yang dapat dikedepankan oleh OJK adalah supply chain financing, melibatkan perbankan, BUMN, dan BUMDes.

Selain sektor perbankan, untuk skala yang lebih kecil, OJK dapat mendorong perusahaan fintech untuk menawarkan inovasi permodalan terkini, misalnya dalam bentuk obligasi BUMDes (securities crowdfunding) atau saham BUMDes (equity crowdfunding). Salah satu keunggulan crowdfunding ialah kemudahan serta kecepatan untuk mendapatkan permodalan dibandingkan dengan melalui sektor perbankan.

Selain kemudahan, pemanfaatan crowdfunding dapat mendorong BUMDes untuk melakukan digitalisasi atas aktivitas bisnis yang dilakukannya mengingat proses crowdfunding sepenuhnya dilakukan secara online. Digitalisasi ini untuk selanjutnya dapat diperluas oleh BUMDes, tidak hanya untuk keperluan permodalan, namun juga untuk meningkatkan produktivitas serta memperluas jaringan kemitraan bisnis dan penjualan produk.

Berbekal dukungan pemerintah, OJK, serta pemangku kepentingan lainnya, BUMDes dapat menjadi motor penggerak terwujudnya desa mandiri sejahtera: go financial, go digital, go global.

 

*) Penulis mengawali karier di Bank Indonesia dan terlibat aktif dalam pengembangan program inklusi keuangan desa saat menjabat sebagai Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan. Saat ini penulis menjabat sebagai Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana di Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Related Posts

News Update

Top News