oleh Agung Galih Satwiko
MAJALAH mingguan The Economist edisi terakhir mengulas tentang konsep Basic Income. Sebagai latar belakang, bekerja merupakan fundamental yang penting dalam suatu tatanan sosial masyarakat. Bekerja merupakan mekanisme dimana daya beli masyarakat dialokasikan. Bekerja juga memberikan makna pada hidup seseorang serta menunjukkan struktur dan identitas sosial. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, otomasi mulai menggusur pekerja manusia tradisional. Tren ini mulai nampak dari pekerja kelas rendah seperti buruh pabrik, namun seiring waktu mulai mengarah ke tenaga kerja professional berdasi.
Dalam bukunya yang terkenal yang berjudul Rise of The Robots (2015), Martin Ford secara komprehensif menjelaskan bagaimana awal mula teknologi menggantikan manusia sebagai pekerja. Pekerjaan buruh pabrik seperti pabrik rokok, pabrik otomotif, dan pekerjaan yang repetitif serta membutuhkan ketepatan telah digantikan oleh robot atau secara otomasi. Google dan Tesla tengah mengembangkan driverless car sehingga ke depan tidak lagi butuh pekerjaan sopir. Penasehat investasi saham telah digantikan dengan algoritma (high frequency trading). Perencana keuangan telah digantikan dengan robo advisor. Pekerjaan di bidang pertanian di negara maju telah dilakukan secara otomatis. Pengumpul berita yang selama ini mengumpulkan berita tertentu dan mengulasnya dalam bentuk analisis singkat kini telah terganti dengan suatu program yang secara otomatis dapat mengumpulkan berita dari internet dan sekaligus menulis ulasan. Bank-bank mengurangi cabang dan mengenalkan digital banking. Akhir bulan lalu Pizza Hut mengumumkan bahwa sejak akhir tahun ini robot dengan nama Pepper akan menggantikan pelayan restaurant di AS.
Tren ini ke depan semakin nyata sehingga pekerja manusia akan semakin sedikit dan semakin tergantikan oleh proses otomasi yang mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Terlebih apabila pekerja semakin tidak efisien bagi perusahaan karena banyak menuntut kenaikan gaji dan benefit lainnya. Banyak sekali hasil studi yang telah menunjukkan akan tergantikannya pekerja manusia oleh mesin dan robot. Salah satu studi yang dilakukan oleh Carl Frey dan Michael Osborne dari Oxford University menunjukkan bahwa kurang lebih 47% pekerjaan di AS saat ini akan tergantikan oleh robot dan program, dalam dua dekade mendatang.
Namun pertanyaannya, katakan kondisi ekstrim dimana seluruh pekerja di dunia diganti oleh mesin-mesin, siapa yang akan membeli produk yang dihasilkan oleh mesin-mesin tersebut? Robot tidak mungkin membeli produk dari robot lain. Pemilik modal yang superkaya pun tidak akan mungkin membeli 1.000 handphone untuk dirinya sendiri. Pemilik modal tidak mungkin mengkonsumsi 1 ton beras sehari untuk dirinya sendiri meskipun dia mampu. Di sinilah perlunya konsep belanja massal. Penduduk perlu memiliki daya beli untuk membeli produk perusahaan.
Dengan ancaman otomasi yang berpotensi meningkatkan pengangguran, meningkatkan ketimpangan dan mengurangi daya beli masyarakat, maka pemerintah di beberapa negara mulai mempertimbangkan konsep basic income. Konsep ini adalah konsep dimana Pemerintah memberikan secara cuma-cuma sejumlah uang kepada setiap penduduk sebagai pengganti penghasilan yang hilang atau sebagai tambahan penghasilan. Dengan penghasilan tersebut maka mereka dapat membeli produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang telah efisien, padat modal dan minim tenaga kerja manusia. Pendapatan perusahaan akan dipotong pajak oleh Pemerintah yang kemudian menyalurkan kembali pajak tersebut kepada masyarakat melalui konsep basic income.
Bulan ini penduduk Swiss melakukan semacam referendum untuk menentukan apakah Pemerintahnya perlu mengadopsi konsep basic income. Finlandia dan Belanda juga berencana menerapkan uji coba terbatas dimana setiap warga negara akan mendapat uang sekitar EUR1.000 per bulan. Kanada telah melakukan uji coba konsep basic income di daerah Manitoba.
Namun demikian sejauh ini tantangan terhadap konsep basic income masih cukup tinggi. Dengan sisi positif yang belum terbukti, namun sisi negatifnya sudah dapat dibayangkan. Pertama, konsep basic income membuat penduduk menganggap pendapatan tersebut menjadi hak yang akan diperoleh dengan tidak melihat tingkat produktivitas setiap penduduk. Hasil uji coba di daerah Manitoba, Kanada, awalnya sebagian besar penduduk di sana tetap bekerja, meningkatkan pengetahuan, dan berkompetisi. Namun seiring waktu semakin banyak yang meninggalkan dunia kerja dan memilih untuk menganggur karena memperoleh pendapatan yang sama dari Pemerintah.
Kedua basic income akan membuat suatu negara hampir tidak mungkin membuka pintu imigrasi untuk perpindahan kewarganegaraan. Negara yang kaya hampir pasti akan menutup perbatasan untuk para imigran, karena lebih mengutamakan warga negaranya sendiri. Ketiga, konsep basic income memerlukan tarif pajak yang lebih tinggi bagi perusahaan karena tidak ada lagi pajak penghasilan pegawai atau karyawan (telah diganti oleh robot). Tarif pajak yang tinggi ini tentu menjadi topik perdebatan dan tarik ulur yang akan sulit dipecahkan.
Keempat, konsep basic income perlu memastikan bahwa penduduk tetap berbelanja sebagaimana biasanya dan tidak menumpuk harta. Karena jika ini dilakukan maka profit perusahaan menurun, pajak turun, dan Pemerintah tidak lagi dapat menyediakan dana yang cukup untuk dibagi ke setiap penduduk. Dan terakhir, konsep basic income menafikan kodrat manusia untuk selalu memperbaiki diri, meningkatkan kompetensi dan pengetahuan, menciptakan makna untuk diri sendiri, dan akan menurunkan kepuasan penduduk. Diperlukan perubahan mindset yang luar biasa untuk menerapkan konsep ini.
Sebagai kesimpulan, meskipun disadari bahwa perkembangan teknologi merupakan suatu hal yang tidak dapat dicegah, yang akan membawa kepada efisiensi perusahaan dan meningkatnya pengangguran, namun paling tidak saat ini masih terdapat cukup waktu bagi Pemerintah dan kalangan akademisi serta pemerhati untuk memikirkan solusi ke depan. Pemerintah harus memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk memperbaiki tatanan saat ini. Kebijakan yang diambil harus sebesar-besarnya untuk menurunkan kesenjangan masyarakat. Pekerja yang mulai tergusur oleh teknologi harus dialihkan ke program padat karya lainnya seperti proyek pembangunan infrastruktur. Sementara itu di saat yang sama konsep basic income perlu disempurnakan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin di timbulkan. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK. Tulisan diolah dari berbagai sumber