Kelima, masalahnya kemudian, bagaimana bank dapat melakukan mitigasi risiko kasus perbankan. Dari sisi manajemen risiko, bank wajib meningkatkan penerapan manajemen risiko, baik risiko operasional, kredit, pasar, maupun likuiditas.
Selain itu, bank wajib melakukan revitalisasi atau melakukan peremajaan sistem dan prosedur atau standard operating procedures (SOP) setiap saat. Sudah seharusnya SOP disesuaikan dengan perubahan produk dan jasa serta perkembangan lingkungan industri perbankan. Hal itu tampaknya sesuatu yang sepele, tapi sungguh penting dan mendesak untuk dilakukan mitigasi risiko. Karena, SOP menjadi panduan setiap pegawai bank dalam melakukan tugas operasional sehari-hari.
Keenam, terkait dengan teori segitiga fraud itu, bank wajib melakukan perbaikan dari sisi manajemen SDM. Ringkas tutur, manajemen sudah seharusnya meningkatkan penerapan manajemen jenjang karier (career path management atau CPM).
Orang bekerja itu bukan hanya mencari gaji, melainkan juga ingin memperoleh penghargaan dari orang lain sejalan dengan “teori motivasi” Abraham Maslow. Intinya, orang (baca: pegawai) itu membutuhkan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima, dan apresiasi.
Oleh karena itu, manajemen bank perlu lebih memperhatikan pegawai yang mempunyai karier mentok supaya tidak gelap mata. Kondisi gelap mata itu bisa menimbulkan motif balas dendam yang berujung fraud. Inilah potensi risiko operasional.
Ketujuh, tak berhenti di situ, bank perlu kembali menerapkan pengawasan melekat (waskat) atasan langsung terhadap bawahan. Meskipun hal itu sudah dianggap sebagai kiat pengawasan usang, model pengawasan itu masih dapat dimanfaatkan hingga saat ini.
Kok bisa? Ingat senantiasa bahwa kini banyak bank memanfaatkan tenaga kerja alih daya (outsourcing) sebagai salah satu langkah efisiensi. Langkah itu diambil, mengingat makin banyak bank yang memiliki kantor kas untuk melakukan penetrasi pasar sedalam mungkin dengan menempatkan tenaga kerja alih daya itu. Di sinilah waskat diperlukan untuk mitigasi risiko operasional.
Berbekal aneka alternatif solusi demikian, bank amat diharapkan dapat melawan kasus perbankan dengan jitu. (*)
Penulis adalah pengamat perbankan dan mantan Assistant Vice President Bank Negara Indonesia (BNI)