Seharusnya, lanjut dia, di tengah gencarnya kampanye Gerakan Nasional Non Tunai yang dilakukan BI, masyarakat mendapatkan kemudahan dan tidak terbebani oleh biaya-biaya seperti saat pengisian e-money. Hal ini dihawatirkan akan menghambat gerakan nontunai itu sendiri.
“Kalau ada unsur pemaksaan ini sudah arahnya melanggar konstitusi, yaitu UUD 1945. Kalau memang dialihkan ke nontunai harusnya lebih murah sehingga masyarakat mau beralih ke nontunai. Kalau tidak diberi pilihan tunai, namanya sudah pemaksaan,” tegas Donny.
Baca juga: Kisruh Biaya Top Up e-Money, DPR Segera Panggil Gubernur BI
Lebih lanjut dirinya menilai, bahwa pihak bank sudah banyak mengambil keuntungan dari masyarakat yang tiap bulan telah mengenakan biaya administrasi, namun akan mengenakan biaya juga pada top up e-money yang harusnya ini menjadi layanan perbankan.
“Beli kartunya bayar, tiap isi ulang juga bayar, kebijakan apa ini? Kita lihat mana yang akan dipilih masyarakat apakah tetap menggunakan tunai atau nontunai,” paparnya. (*)
Editor: Paulus Yoga
Page: 1 2
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More