Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat telah menerima 9.101 pengaduan melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK), hingga 30 April 2024 silam. Data menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen aduan yang mereka terima yakni terkait metode penagihan yang tidak manusiawi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan April 2024, Senin, 13 Mei 2024.
“Isu terbanyak yang diadukan kepada OJK periode awal tahun sampai dengan April adalah perilaku petugas penagihan, lebih dari 50 persen aduan kepada OJK. Disusul dengan aduan terkait ketidaksesuaian terkait informasi layanan keuangan konsumen, fraud eksternal, persoalan klaim, dan keterlambatan transaksi” ujarnya.
Baca juga: OJK Siapkan POJK Baru Terkait Konglomerasi Keuangan, Ini Bocorannya!
Mengenai permasalahan ini, Friderica menegaskan, pihaknya sudah meminta Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terkait untuk segera menyelesaikan kasus ini.
Friderica mengakui, penagihan yang dilakukan oleh petugas-petugas ini adalah buntut dari wanprestasi yang dimiliki oleh nasabah. Namun, ia tidak membenarkan cara tidak manusiawi yang dilakukan para penagih terhadap nasabah.
OJK sendiri sudah menerbitkan POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat. Menurut Friderica, ini akan menjadi target mereka untuk mendisiplinkan dan menegakkan aturan tersebut.
“Tata cara penagihan itu sudah kita atur dan akan menjadi target penegakkan disiplin oleh OJK melalui supervisory action atau penegakkan sanksi sesuai kewenangan yang diberikan kepada kami,” paparnya.
POJK Nomor 22 Tahun 2023 ini menjadi salah satu langkah preventif yang OJK lakukan agar peristiwa penagihan yang tidak berperikemanusiaan tidak terjadi lagi. Tidak hanya itu, OJK juga aktif melakukan edukasi kepada konsumen agar mereka membayar tagihan tepat waktu demi menghindari rentenir.
“Konsumen tidak hanya memiliki hak, tapi juga kewajiban, yaitu untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai konsumen untuk melakukan pembayaran. Jadi, kita terus melakukan edukasi, ‘ya kalau nggak mau ketemu debt collector, ya bayar’,” tambah Friderica.
Dan pastinya, OJK juga melakukan pengawasan terhadap PUJK-PUJK, sebagaimana kewenangan yang diberikan kepada mereka sekaligus mandat sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Baca juga: Soal POJK Perlindungan Konsumen, OJK: Debitur Nakal Tetap Bisa Disikat!
Sementara secara kuratif, OJK meminta PUJK memperkuat Internal Dispute Resolution (IDR), yakni dengan menindaklanjuti berbagai aduan atau komplain yang ditujukan kepada mereka. Friderica menambahkan, OJK juga mengimbau PUJK untuk bekerja sama dengan pihak ketiga yang tersertifikasi dalam menangani masalah-masalah ini.
Sebagai penutup, Friderica menyatakan, pihaknya sudah menerapkan sanksi kepada PUJK yang diketahui melaksanakan praktik rentenir sebagai efek jera.
“Tentu saja yang kita lakukan adalah pengenaan sanksi atas hasil supervisory yang kita lakukan, untuk memberikan kedisiplinan dan juga supaya ke depan, ada perbaikan yang dilakukan PUJK,” tutup Friderica. (*) Mohammad Adrianto Sukarso