Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) perbankan pada 12 Juli 2023 lalu, dengan tujuan untuk mengakselerasi pengembangan industri syariah ke depan. Aturan baru ini sekarang tidak memukul rata UUS untuk melakukan spin off, tetapi hanya mewajibkan UUS untuk melakukan hal tersebut apabila sudah memenuhi ketentuan.
Ketentuan yang dimaksud ditujukan bagi UUS yang memiliki nilai aset 50% dari bank umum konvensional (BUK) atau memiliki jumlah aset Rp50 triliun wajib menyampaikan permohonan izin atau persetujuan paling lama dua tahun setelah POJK tersebut diterbitkan, untuk menjadi entitas sendiri.
Baca juga: POJK Spin Off UUS Dinilai Tak Optimal Dorong Perbankan Syariah ‘Berlari'
Sharia Banking Director CIMB Niaga, Pandji D Djajanegara menilai, jika spin off bukan merupakan satu-satunya kunci untuk mendongkrak geliat perbankan syariah. Masih banyak opsi alternatif lainnya dalam megoptimalkan potensi industri syariah di dalam negeri.
“Masih banyak berbagai alternatif cara yang lebih efektif dalam meningkatkan dan mengembangkan perbankan syariah tanpa spin off,” ujar Pandji, dalam seminar nasional yang diadakan Infobank bertajuk ‘Boosting Up Sustainable Through ESG dan GRC – Babak Baru Spin-Off UUS’, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Rabu, 27 September 2023.
Menurut Pandji, ada beberapa aspirasi atau opsi yang dapat dilakukan untuk mendorong industri perbankan syariah di Indonesia agar semakin maju, diantaranya keberpihakan regulasi terhadap perbankan syariah, dibutuhkannya stimulus dan insentif bagi perbankan syariah, mendorong peningkatan demand terhadap perbankan syariah, optimalisasi Undang-Undang (UU) Sinergi Perbankan.
“Lalu review POJK No 12 Tahun 2023, khususnya mengenai spin off. Kalau ini tujuannya menguatkan dan industri merasa ini tidak menjadikan mereka kuat, kenapa tidak dirubah. Kadang-kadang ini yang jadi buah simalakama,” tegasnya.
Baca juga: Bos BTN Beberkan Update Soal Spin Off UUS, Rampung Tahun Ini?
Kemudian, lanjutnya, industri perbankan syariah diharapkan dapat diberikan kemudahan dalam pengembangan produk dan layanan. Serta, terkait sinergi antar lembaga seperti dengan KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah), industri perbankan syariah juga perlu diberikan insentif ketika meminta sebuah usulan.
“Lalu literasi dan inklusi juga menjadi sesuatu yang harus dipaksakan. Saya membayangkan kalau misalnya kita bisa melakukan sertifikasi terhadap seluruh bank yang melakukan UU Sinergi Perbankan, itu sangat bagus sekali. Karena saya selalu percaya kalau kita mau melakukan literasi dan inklusi, yang harus diajarkan bukan marketnya dahulu tetapi orang bank-nya,” terang Pandji. (*) Bagus Kasanjanu