Masa Depan Industri Asuransi dengan PSAK Baru

Masa Depan Industri Asuransi dengan PSAK Baru

Oleh Wahju Rohmanti: Praktisi & Advisor Manajemen  Investasi  Keuangan di Industri Asuransi

Industri asuransi bersiap diri untuk menerapkan PSAK 74 di tahun 2025. Dampak standar akuntansi baru ini signifikan terhadap bisnis asuransi menjadi  perusahaan fee base income. Implikasi utama dari  PSAK 74 adalah pada perubahan pengakuan cadangan dan pendapatan.

PSAK 74 ini merupakan adopsi dari IFRS17,  menggantikan PSAK 62 (Kontrak Asuransi), PSAK 28 (Akuntansi untuk Asuransi Umum),  dan PSAK 36 (Akuntansi untuk Asuransi Jiwa). PSAK 62  dinilai kurang tepat dalam valuasi cadangan karena antara lain asumsi yang digunakan tidak up to date, memakai estimasi return investasi untuk bunga teknis, absennya time value of money di estimasi cashflow. Selain itu rasio profitabilitas dinilai  tidak fair karena mengakui seluruh pendapatan premi dan hasil investasi sebagai pendapatan.

Sementara PSAK 74 dinilai lebih fair dan transparan, karena menghitung cadangan per kontrak asuransi, memasukkan unsur risiko dan suku bunga pasar yang update, serta hanya mengakui Contractual Service Margin sebagai pendapatan.

Perusahaan asuransi adalah agen proteksi, bukan manajer investasi ataupun bank dan mempunyai kewajiban membayar klaim. Sebaliknya nasabah berkewajiban membayar sejumlah premi sepanjang kontrak asuransi berjalan, dimana premi ini akan dikelola perusahaan sebagai back up uang pertanggungan yang lazim disebut cadangan premi.

Perusahaan asuransi harus menjaga kecukupan cadangan premi. Cadangan premi dihitung dari selisih nilai santunan dan nilai tunai pembayaran sebagai sumber pembayaran klaim. Cadangan premi di- back up dengan sejumlah asset yang diinvestasikan oleh perusahaan asuransi asuransi.

Cadangan premi merupakan angka estimasi, dihitung dengan metode prospektif atau restrospektif. Metode  retrospektif menghitung nilai total pendapatan di waktu lampau. Sedangkan, metode  prospektif  menghitung nilai sekarang dari semua pendapatan di masa depan. Kedua metode ini menghasilkan angka cadangan yang sama (Futami, 1993).

Kedua metode penghitungan Cadangan tersebut menggunakan  kaidah time value of money (TVM). Kaidah TVM  (present value dan future value) menggunakan angka suku bunga diskonto dan asumsi-asumsi aktuaria lainnya, seperti  asumsi mortalitas dan probabilitas risiko. Suku bunga bersifat dinamis karena sesuai dengan data riil dari indikator-indikator ekonomi/finansial dari waktu ke waktu.

Penentuan asumsi menjadi  krusial untuk asuransi jiwa yang bertenor  panjang. Aktuaris harus memastikan tidak ada deviasi material antara bunga teknis dengan indikator riil. Ketidaktepatan asumsi berpengaruh pada strategi pengelolaan asset back up cadangan yaitu asset investasi.

Ketidaktepatan asumsi berisiko pada  understated maupun overstated cadangan, yang pada ujungnya berakibat pada asset liability mismatchinsolvensi dan illikuid  saat cadangan overstated, dan sebaliknya in-efficiency dan profit semu  saat cadangan understated. Jika angka cadangan tidak tepat maka berpengaruh pada penyesuaian asset pada Neraca.

PSAK 74 mengharuskan melakukan valuasi liabilitas per kontrak asuransi secara periodik. Langkah besar pertama adalah  perusahaan harus menghitung ulang Cadangan, mengupdate asumsi, menghitung Contractual Service Margin per kontrak asuransi, dan mengurangkan hasil investasi dari pendapatan, lalu melakukan restated ekuitas.

Langkah selanjutnya perusahaan harus mendesain ulang produk, dan harus men-disclose fitur produk sampai ke  informasi tingkat bunga,  resiko dan service margin ke dalam Laporan berkala. Konsekuensi dari penghitungan cadangan per kontrak adalah harus  melakukan segregasi portofolio asset per jenis produk (pairing fund with liability) tidak bisa secara pool of fund seperti di Bank. Metode Asset Liability Matching (ALM) sangat membantu proses-proses di atas.

Penerapan PSAK 74 secara signifikan mengubah paradigma pemegang saham atas  kinerja dan value perusahaan, karena perusahaan asurans bertransformasi dari full premium income basis menjadi “hanya” perusahaan fee base income. Strategi going concern dan orientasi laba berubah total, sehingga harus mengubah proses bisnis, mengupgrade system manajemen informasi dan meningkatkan skill SDM hingga culture perusahaan berubah dari padat karya menjadi padat teknologi.

Kerumitan tersebut memaksa perusahaan untuk memiliki system otomasi data dan informasi yang komprehenhip dan update.  Fungsi Aktuaria harus bekerja sama dengan fungsi  akuntansi untuk  memahami accounting entries, karakteristik produk dan membangun model pendekatan penghitungan cadangan. Hal tersebut mustahil dilakukan jika tanpa system otomasi (MIS) yang handal dan terintegrasi dengan system informasi akuntansi (SIA).
Inilah yang menjadi alasan pelaku industri asuransi untuk menunda pelaksanaan PSAK 74, karena  pembangunan system otomasi dan  biaya ikutan (jasa konsultan dan upgrade SDM)  membutuhkan dana cukup besar. Pemegang saham harus siap menambah modal, atau jika tidak mampu harus rela merger atau bahkan siap diakuisisi pemodal besar.

PSAK 74 ini berpihak pada kepentingan pemegang polis dan stake holder, karena  menyampaikan data kesehatan perusahaan, informasi produk, benefit serta risikonya lebih detail walau dengan perubahan pengakuan pendapatan kemungkinan nilai benefit akan sedikit berkurang.

Dibutuhkan peran OJK sebagai motor penerapan PSAK 74 ini, dengan menyesuaikan  regulasi dan menyediakan petunjuk teknis dan integrasi  antar intra bidang/lembaga dalam  ekosistem industri asuransi, terutama regulasi tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi.

Relakah shareholder perusahaan asuransi menjadi fee base income company ? Sementara   di sisi lain harus menambah modal?. Sebenarnya bagi perusahaan asuransi yang telah menerapkan Asset Liability Matching (ALM), adaptasi dengan PSAK 74 ini tidak akan menjadi masalah besar karena jika  proses ALM telah berjalan maka biasanya perusahaan sudah memiliki dukungan system otomasi yang terintegrasi di seluruh proses bisnis.
Semoga  dengan penerapan PSAK 74 menjadi awal dari tumbuhnya kembali kepercayaan masyarakat pada produk dan industri Asuransi. Akan tercipta mindset baru bahwa tugas utama perusahaan asuransi adalah menjaga dana hak  pemegang polis, sehingga hanya menjual  produk yang sehat dan lebih bertanggungjawab dalam pengelolaan asset. Sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi kasus gagal bayar klaim atau default perusahaan asuransi. (*)

Related Posts

News Update

Top News