Jakarta – Direktur Eksekutif Aftech Aries Setiadi mengungkapkan, industri fintech memiliki sejumlah tantangan dalam penguatan ekosistem keuangan digital di Tanah Air. Salah satunya, terkait keamanan siber (cyber attack) yang menyerang sebagian besar perusahaan fintech.
Ia mengatakan, berdasarkan survei pihaknya dalam dua tahun terakhir, digital talent yang ada di Indonesia masih memiliki shield gap, khususnya untuk cyber security dan juga data analytic yang berperan penting dalam industri fintech.
“Cyber security masih menjadi tantangan, walaupun di industri fintech sendiri kami memiliki kesiapan seperti disaster recovery plan (DRP),” katanya, Senin, 22 Juli 2024.
Baca juga : Industri Fintech Tumbuh Pesat, Awas! Serangan Siber Marak
Meski begitu kata dia, serangan siber pun terus menunjukkan pembaruan yang mampu melumpuhkan sistem keamanan fintech.
“Oleh karena itu perlu ada update keamanan teknologi dari sisi industri fintech itu sendiri,” jelasnya.
Berdasarkan data pihaknya, frekuensi serangan siber dalam sehari mencapai 4 persen. Jumlah ini pun meningkat menjadi 6,7 persen dalam periode sebulan sekali.
Baca juga : Jalin Tekankan Pentingnya Kolaborasi Kolektif Hadapi Kejahatan Siber
“Jenis serangan siber di industri fintech didominasi oleh malware 22,7 persen. Sisanya yakni Denial of Services (DoS) 10,7 persen, Distributed Denial of Service (DDoS) 18,7 persen,” bebernya.
Diketahui, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mencatat jumlah pemain fintech di Indonesia terus meningkat pesat.
Tercatat jumlah anggota AFTECH yang merupakan pemain fintech awal mulanya sebanyak 24 pada 2016, kini kian bertambah menjadi 340 pada 2023.
Namun demikian, menurut data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah ditemukan lebih dari 1 juta anomali trafik jaringan pada sistem elektronik sektor keuangan. (*)
Editor Galih Pratama