News Update

Marak Kudeta di Era Transisi, Setelah Kudeta Ketua KADIN, Kursi INA Digoyang?

TRANSISI kekuasaan sedang terjadi. Kendati baru akan dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto telah memegang kekuasaan secara defacto. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun harus rela berbagi kekuasaan (sharing power). Pada penghujung kekuasaannya, Jokowi melakukan reshuffle kabinet untuk memberi kursi kepada orang-orang di lingkaran Prabowo pada akhir Agustus lalu.

Kursi jabatan di lembaga publik pun memanas. Agustus lalu, sejumlah Menteri sudah di-resuffle dan pengurus di 20 badan usaha milik negara (BUMN) sudah dibongkar. Yang paling tragis adalah kudeta Arsjad Rasjid Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) oleh Anindya Bakrie melalui Munaslub.

Setelah KADIN, kudeta tak berdarah bisa berlanjut sampai pemerintahan baru. Kabarnya, kursi Chief Excutive Officer (CEO) Indonesia Investment Authority (INA) yang diduduki Ridha Wirakusumah pun sedang digoyang. INA adalah lembaga pengelola investasi atau sovereign wealth fund yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Ridha, bankir sukses yang saat itu sedang memimpin PermataBank, ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk memimpin INA pada awal 2021.

Baca juga: Viral, Sejumlah Kadin Provinsi Serempak Bikin Konten Tolak Munaslub

Dikutip dari website ina.go.id, INA mengalami kemajuan pesat sejak didirikan tiga tahun lalu. Hingga 2023, INA telah membawa co-investor untuk berinvestasi dan mendapatkan komitmen investasi dari investor global maupun lokal dengan total komitmen investasi secara kumulatif lebih dari USD25 miliar atau mencapai Rp400 triliun.

Dari modal awal yang diberikan sebesar Rp75 triliun, hingga 2023 jumlah aset INA telah mencapai Rp116,9 triliun, dan Assets Under Management (AUM) INA bersama co-investor sampai dengan akhir tahun 2023 telah mencapai nilai sebesar Rp147,6 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 34,3 persen secara year-on-year.

Total penyaluran investasi INA dan mitra investor dalam berbagai sektor strategis nasional termasuk infrastruktur dan logistik, layanan kesehatan, digitalisasi dan infrastruktur digital, serta green energy secara kumulatif sejak pendirian INA mencapai lebih kurang Rp50,1 triliun, dimana porsi dari co-investor INA mencapai Rp18,8 triliun.

Performa INA tak lepas dari kepiawaian para profesional seperti Ridha dan timnya. Namun, sumber Infobank mengatakan, ada beberapa orang di lingkaran politik yang ingin membawa INA ke naungan lembaga baru.

“Dianggap terlalu independent, yang tadinya di bawah presiden langsung, ada yang menginginkan agar di bawah lembaga baru, dan investasi INA dianggap tidak semua men-support pemerintah,” ujar sumber tersebut kepada Infobank, 1 Oktober 2024.

Ketika dihubungi Infobank, Ridha mengaku tidak tahu mengenai kabar tersebut. Dia mencontohkan kalau di Singapura, ada dua badan sovereign wealth fund – Temasek dan GIC yang keduanya berperan penting dalam mengelola aset negara untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta memaksimalkan imbal hasil jangka panjang.

“Temasek lebih berfokus pada pengelolaan dan pengembangan portofolio dari berbagai perusahaan milik negara, sedangkan GIC mengelola cadangan devisa negara melalui portofolio investasi global yang terdiversifikasi,” ujarnya kepada Infobanknews.com, 1 Oktober 2024

Ridha menambahkan, bahwa INA bekerja sesuai dua mandatnya, yaitu berinvestasi dengan mengedepankan optimal risk-adjusted returns yang baik dan memiliki dampak positif kepada pembangunan nasional. Sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku terkait mandat INA, Indonesia membutuhkan pembiayaan pembangunan nasional yang melibatkan investor dari luar negeri, khususnya melalui penanaman modal asing (FDl).

Baca juga: Ingat Pesan Prof Soemitro Djojohadikusumo Soal Dana Pembangunan yang Bocor 30 Persen

“Jadi INA tugasnya berinvestasi bersama partner-partner strategis yang memiliki reputasi global yang baik, dan melalui berbagai progress investasi, hal ini berdampak pada reputasi baik INA sebagai partner lokal yang terpercaya di kalangan internasional, sehingga mereka mau bekerjasama dengan INA dan berinvestasi di berbagai sektor penting di Indonesia,” imbuh bankir yang memiliki jam terbang di 10 negara ini.

Ridha mengatakan, perjalanan membangun reputasi yang ditunjukkan untuk membawa nama Indonesia lebih baik dalam kancah internasional tidak lepas dari kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.

“Seperti kerja sama dengan pemerintah termasuk berbagai kementerian dan regulator terkait, BUMN, perusahaan swasta nasional, serta pihak perbankan,” tutupnya. (KM)

Galih Pratama

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

24 mins ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

35 mins ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

2 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

2 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

4 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

4 hours ago