Jakarta – Dewasa ini, iklan-iklan yang diusung oleh perusahaan financial technology (Fintech) semakin marak, khususnya di media sosial. Iklan-iklan itu rata-rata menawarkan kemudahan dalam mendapatkan pinjaman dan pengelolaan keuangan.
Alih-alih mengajarkan masyarakat untuk memiliki pengetahuan pengelolaan keuangan yang sehat, iklan-iklan fintech itu dikhawatirkan malah menanamkan nilai-nilai konsumtif di masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan jika objek periklanan termasuk dalam bagian pengawasan market conduct yang dilakukan oleh OJK.
Baca juga: Bahaya Laten Pinjol: Duh! Terjebak Pinjol, Lupa Menabung
Hal itu sejalan dengan standar pengawasan market conduct yang dilakukan oleh berbagai regulator lain pada berbagai negara. Bahkan, OJK tak hanya melakukan pengawasan pada iklan formal atau resmi dari suatu perusahaan, tapi juga pengawasan pada influencer-influencer yang tak secara frontal mempromosikan suatu layanan jasa keuangan tertentu.
“Kami sangat menyadari bahwa iklan adalah pintu awal bagi konsumen untuk mengenal produk keuangan, sebelum memutuskan mereka mau membeli atau tidak. Oleh karena itu, OJK telah melakukan pengaturan, baik di POJK Nomor 1 Tahun 2013 yang kemudian saat ini dengan POJK Nomor 22 Tahun 2023,” papar wanita yang akrab disapa Kiki ini saat Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2024 secara virtual, Selasa, 11 Juni 2024.
Ia katakan, pada POJK itu dijelaskan jika perusahaan harus menyediakan informasi mengenai produk atau layanannya secara jelas, jujur, akurat, mudah diakses, serta tidak berpotensi menyesatkan calon konsumen atau konsumennya.
Baca juga: Gen Z dan Milenial Terancam “Mati” Perdata karena Jebakan Utang “Rentenir” Online
“Kita mengharapkan semua konsumen mendapatkan informasi mengenai produk atau layanan secara utuh, tidak multitafsir, tidak menyesatkan, tidak ditutupi, sehingga meminimalisasi potensi kerugian dari konsumen. Mengingat kita lihat banyak sekali kasus yang dilaporkan konsumen karena mereka terjebak oleh iklan yang tak sebagaimana mestinya,” sebutnya.
Sebagai informasi, di triwulan satu tahun ini, pihaknya telah melakukan pemantauan terhadap 2.210 iklan produk dan atau layanan jasa keuangan. Dari total 2.210 iklan itu, OJK menemukan 45 iklan tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
OJK pun melakukan pembinaan di awal dengan memberitahu jika iklan itu tak sesuai dan meminta perusahaannya untuk melakukan take down serta perbaikan. Namun, bila kejadian itu berulang, yang mana ini telah terjadi, OJK memberikan peringatan tertulis beserta denda.
“Kami juga mengimbau dalam POJK terkait, apakah calon konsumen mereka itu sesuai dengan kriteria pangsa market mereka. Ada beberapa kasus yang salah satunya cukup besar di UIN Solo waktu itu, mereka menawarkan produk kepada calon konsumen yang sebenarnya tak cocok karena belum memiliki penghasilan,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja