Jakarta – Sektor Manufaktur Indonesia secara konsisten mengalami ekspansi dalam 21 bulan berturut-turut pada Mei 2023 yaitu di level 50,3. Ekspansi aktivitas manufaktur terutama didorong oleh meningkatnya aktivitas produksi serta aktivitas pembelian input.
Di Kawasan ASEAN, data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur menunjukkan tren yang beragam. PMI manufaktur Thailand dan Myanmar masih berada di zona ekspansi meski mulai menunjukkan tren perlambatan. Sementara itu, PMI Manufaktur Malaysia dan Vietnam di bulan Mei 2023 masih berada di zona kontraksi, masing-masing di level 47,8 dan 45,3 sejalan dengan tren PMI manufaktur global.
Ekspansi sektor manufaktur Indonesia terutama tercermin pada tingkat penyerapan tenaga kerja bulan Mei yang merupakan capaian terbaik selama 6 bulan terakhir di level 50,6.
“PMI Manufaktur yang masih ekspansif dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang lebih baik, mencerminkan resiliensi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global yang masih berlanjut,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dikutip Selasa, 6 Juni 2023.
Namun demikian, lanjut Febrio, pelaku usaha tampaknya mulai mengantisipasi transmisi dampak perlambatan ekonomi global ke domestik. Untuk itu, perkembangan pertumbuhan permintaan domestik yang berkelanjutan perlu terus dijaga untuk mendukung aktivitas sektor manufaktur.
“Tren inflasi yang terus membaik perlu terus dijaga untuk mendukung daya beli masyarakat. Pemerintah juga akan terus mengantisipasi risiko perlambatan ekonomi global serta menjaga optimisme dunia usaha,” pungkasnya.
Hingga Mei 2023, inflasi terus melanjutkan tren penurunan. Inflasi pada Mei 2023 tercatat 4,0% yoy, menurun dari April 2023 4,3% yoy, merupakan angka terendah sejak awal tahun. Tren penurunan inflasi tersebut mencerminkan konsistensi Pemerintah dalam mengendalikan inflasi. Perlambatan inflasi yang terjadi dipengaruhi oleh penurunan inflasi pada seluruh komponen pembentuknya.
Pemerintah terus melakukan upaya stabilisasi harga pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan. Hal ini tercermin pada pergerakan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang melambat ke 3,3% yoy, lebih rendah dari April 2023 3,7% yoy.
“Terkendalinya harga pangan didukung oleh panen raya padi dan aneka cabai. Di sisi lain, beberapa komoditas seperti produk unggas dan aneka bawang cenderung mengalami peningkatan harga. Ke depan, Pemerintah telah bersiap untuk menghadapi risiko peningkatan harga pangan menjelang Hari Raya Iduladha serta potensi dampak Elnino,” jelasnya.
Kemudian, tren perlambatan inflasi juga terjadi pada komponen inti dan administered price. Inflasi inti di bulan Mei tercatat sebesar 2,66% yoy, lebih rendah dari April 2,83% yoy. Semua kelompok pengeluaran mengalami perlambatan kecuali kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) kembali melambat dari 10,32% yoy di bulan April menjadi 9,52% yoy di bulan Mei. Terjaganya inflasi administered price menandakan upaya pemerintah yang cukup efektif dalam mengelola harga energi domestik dan tarif angkutan udara.
“Pemerintah akan terus konsisten dalam mengendalikan inflasi dengan berbagai upaya stabilisasi, antara lain dengan menjaga pasokan dan kelancaran distribusi, serta mengantisipasi dampak gangguan cuaca dan risiko kekeringan. Koordinasi antar kementerian/lembaga di tingkat pusat dan daerah serta optimalisasi penggunaan APBN dan APBD juga terus diperkuat untuk mencegah terjadinya lonjakan harga,” tutup Febrio. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra