Jakarta — Kondisi perekonomian Indonesia, beserta perusahaan-perusahaan di dalamnya, tidak akan terlepas dari perkembangan ekonomi global. Transmisi fluktuasi perekonomian global tersebut akan terasa langsung ke jantung perusahaan yang terekspos risiko valuta asing dalam waktu singkat.
Kondisi tersebut mengharuskan adanya kebijakan lindung nilai (hedging) pada perusahan – perusahaan yang memiliki kebutuhan tinggi terhadap valuta asing, sehingga tidak terdampak oleh risiko volatilitas mata uang asing global yang merugikan keuangan perusahaanya.
Untuk membangun kompetensi hedging tersebut, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN bersinergi menerbitkan Buku Pintar Hedging yang diluncurkan di Jakarta, Senin (12/7/2021) secara virtual. Hadir pada acara peluncuran buku tersebut Direktur Keuangan PLN Sinthya Roesly dan Direktur Treasury dan International BNI Henry Panjaitan.
Henry mengatakan, sejak awal tahun 2020, dunia mendapatkan tantangan baru berupa pandemic Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir dan ditambah lagi dengan perekonomian global yang menyebabkan gejolak di pasar keuangan dunia, termasuk Rupiah. Pergerakan nilai tukar Rupiah yang terlalu berfluktasi akan sangat berpengaruh pada perusahaan yang banyak menggunakan valuta asing.
Ketidaksiapan suatu perusahaan dalam menghadapi gejolak di pasar uang dunia ini kerap menimbulkan risiko, antara lain mismatch antara ketersediaan mata uang asing dengan pembayaran atau kewajiban, bahkan dapat menyebabkan kerugian valuta asing.
PLN dan BNI memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam bekerja sama melakukan hedging. Bahkan kedua BUMN ini menjadi anggota Task Force Hedging BUMN yang bertugas mengajak perusahaan lain untuk melakukan hedging,m. Selain tentunya juga memberikan penjelasan kepada aparat hukum terkait agar tidak muncul stigma bahwa biaya yang timbul akibat transaksi lindung nilai merupakan kerugian perusahaan dan kerugian negara, sepanjang dilakukan secara akuntabel dan konsisten mengikuti aturan perundang-undangan.
“Hedging itu diperlukan untuk mengantisipasi pemburukan di masa mendatang. Dapat dilihat di mana kerja sama hedging yang dilaksanakan antara BNI dengan PLN berjalan menguntungkan keduanya dalam pemenuhan kebutuhan valas. Volume transaksi PLN pun meningkat 32,36% di 2020 dibanding 2019,” ujar Henry.
Sementara itu, Sinthya Roesly menyebutkan, bahwa PLN mengelola Belanja Operasional Rp330 triliun per tahun, Belanja Modal senilai Rp80 triliun hingga Rp100 triliun per tahun, atau ada uang beredar di PLN sekitar Rp1 triliun per hari. Dalam konteks dana kelolaan yang mencapai sekitar Rp400 triliun tersebut, PLN mencatat sekitar 30% di antaranya berupa valuta asing, atau sekitar USD8,5 miliar. Di mana Sebagian berasal dari pinjaman asing dalam denominasi USD, Yen, atau mata uang asing lainnya.
“Kondisi tersebut membuat hedging menjadi Langkah yang sangat penting bagi PLN. Karena kami harus menjaga rasio likuiditas minimum. Dengan tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dan sejalan dengan regulator,” ujarnya.
Sinthya Roesly menekankan, bahwa dalam melaksanakan hedging tersebut, peran bank menjadi sangat penting sebagai bagian dari mata rantai pengelolaan risiko mata uang ini. Untuk itu, kompetensi dalam mengelola risiko mata uang perlu terus dibangun di lingkungan PLN. Atas dasar itulah dibutuhkan sebuah Buku Pintar Hedging yang diharapkan akan menjadi panduan bagi insan muda PLN ke depan.
“Kami sangat berterimakasih dengan BNI karena dalam 1 bulan bisa menerbitkan buku ini, sehingga kami memiliki panduan dalam mengelola risiko valas yang sangat dekat dengan kami. Buku ini akan menjadi pegangan buat individu – individu di PLN yang sebagian besar merupakan para insinyur teknis yang membutuhkan buku operasional hedging,” ujar Sinthya lagi.
Sementara itu, EVP Perbendaharaan PT PLN (Persero) Iskandar menuturkan, Buku PIntar Hedging ini diterbitkan dengan 100 halaman. Rencananya, buku tersebut akan dicetak sebanyak 250 – 300 dan akan disebarkan ke internal PLN dan BNI.
“Buku dapat menjadi pedoman bagaimana menjalankan hedging agar tetap memenuhi prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan ada landasan legal, sehingga PLN menjalankannya dengan percaya diri,” tandasnya. (*)