Makin Suram! Begini Nasib Unilever di Tengah Boikot dan Gempuran Merek Lokal

Makin Suram! Begini Nasib Unilever di Tengah Boikot dan Gempuran Merek Lokal

Jakarta – Aksi boikot terhadap Unilever dan perusahaan multinasional lain yang beroperasi di Israel turut memperburuk kredibilitas pangsa pasar di Indonesia. 

Di mana, perusahaan tersebut tengah berjuang melawan kompetitor perusahaan lokal yang seringkali menjual dengan harga lebih terjangkau.

Unilever misalnya, mendapat kecaman di banyak negara mayoritas Muslim karena dianggap mendukung terhadap invasi militer Israel di Gaza melalui aktivitas bisnis.

Dinukil laporan Reuters, Kamis (9/1), Unilever pada Februari 2024 mengatakan, pertumbuhan penjualan di Asia Tenggara telah dirugikan oleh pembeli di Indonesia yang memboikot merek-mereknya sebagai respons terhadap situasi geopolitik. 

Pada Oktober 2024, perusahaan mengungkapkan bahwa pangsa pasarnya di Indonesia telah menurun menjadi 34,9 persen pada kuartal ketiga dari 38,5 persen pada tahun sebelumnya.

Adapun, bisnis grup yang terdaftar di Jakarta menghasilkan USD2,39 miliar pada 2023. Angka tersebut memberikan kontribusi sebesar 3,8 persen terhadap penjualan grup. 

Baca juga : Unilever Kembali PHK 3.200 Karyawan di Akhir 2025, Ini Penyebabnya

Meskipun memiliki merek-merek besar termasuk seperti produk deodoran Axe, es krim Cornetto, dan bubuk bumbu Royco, Unilever justru kesulitan meningkatkan pangsa pasar selama hampir satu dekade karena pembeli beralih ke merek lokal yang lebih murah.

Berdasarkan firma riset Kantar, merek Royco, Lifebuoy, dan Sunlight milik Unilever termasuk di antara 10 merek konsumen teratas di Indonesia pada 2020. 

Selama pandemi COVID-19, laporan pendapatan menunjukkan Unilever menaikkan harga secara tajam untuk mengimbangi kenaikan biaya. 

Namun, pada 2023, hanya Royco yang tetap berada di 10 besar, diikuti oleh pembuat deterjen lokal SoKlin, Wings Group, dan pembuat biskuit Roma, Mayora Indah.

Unilever juga menghadapi persaingan dari perusahaan kecantikan halal lokal, Wardah, Paragon, Aice, yang membuat es krim, dan pemain internasional baru seperti Skintific dari Tiongkok.

Sementara itu, di toko online lokal, sabun cair botolan berukuran 400 mililiter yang dibuat dengan merek Nuvo dari Wings Group dijual dengan harga sekitar 20 persen lebih murah dibandingkan sabun cair Lifebuoy Unilever dengan ukuran yang sama. 

Sebotol deterjen cair SoKlin dari Wings berukuran 700 ml, 7 persen lebih sedikit dibandingkan deterjen Rinso dari Unilever.

Perubahan Sosialisasi

Tantangan harga yang dihadapi Unilever di Indonesia sendiri muncul ketika data terbaru menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah Indonesia menyusut antara 2019-2024. Hal ini imbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan berkurangnya kesempatan kerja sehingga mendorong permintaan bahan makanan yang lebih murah.

Baca juga : Unilever Bakal PHK 7.500 Karyawan Secara Global, Ini Alasannya

Para eksekutif Unilever mengatakan pada Oktober 2024, mereka mencoba untuk memberikan perubahan pada merek-merek Indonesia, mengingat dengan semakin banyaknya orang yang berbelanja online dan mencari harga yang lebih baik.

“Dapat dilihat bahwa kami sedang menghadapi situasi yang penuh tantangan, namun kami memahami dengan jelas langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya sambil terus beradaptasi dengan lanskap pasar yang berkembang pesat,” kata Benjie Yap, Presiden Unilever Indonesia, beberaa waktu lalu.

“Penurunan pangsa pasar terjadi hampir di seluruh kategori karena beberapa hal, salah satunya adalah sentimen negatif konsumen,” tambahnya.

Dampak Boikot

Unilever pun mengakui bahwa aksi boikot telah mengurangi penjualan, meskipun Unilever tidak memberikan rinciannya.

PT Unilever Indonesia Tbk pada Oktober 2024 melaporkan penurunan penjualan dasar kuartalan sebesar 18,2 persen menjadi Rp8,4 triliun (USD533 juta).

Sementara itu, sekitar 87 persen dari 280 juta penduduk Indonesia adalah Muslim, dan kelompok serta aplikasi pro-Palestina bermunculan yang mendesak masyarakat untuk memboikot merek, termasuk merek yang dibuat oleh Unilever.

Kondisi ini menjadikan para pesaing Unilever menikmati pertumbuhan yang kuat di sebagian besar kategori Unilever, termasuk makanan kemasan, kecantikan dan perawatan rumah.

“Merek lokal dan asing memanfaatkan peluang ini, meningkatkan promosi agresif, khususnya pada platform e-commerce,” kata Cheria Widjaja, analis di DBS Bank. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News