Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan pertemuan bilateralnya dengan Presiden China Xi Jinping di Chendu, China. Dalam pertemuan tersebut, kedua negara meyepakati delapan kesepakatan.
Seperti yang diungkapkan Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi. Menurutnya, pada hari pertama pertemuan Presiden Jokowi dan Xi Jinping pada 28 Juli 2023, telah menghasilkan delapan kesepakatan.
“Kujungan Presiden ke Chengdu menghasilkan delapan kesepakatan,” kata Retro dalam keterangan persnya secara virtual dikutip Jumat, 28 Juli 2023.
Baca juga: Amerika dan China Memanas, RI Sebagai Mitra Dagang Harus Bagaimana?
Retno pun merinci delapan kesepatan dari kedua negara. Pertama, Action Plan atau rencana aksi kerja sama bidang kesehatan.
Kesepakatan kedua mengenai protokol pembukaan akses pasar untuk produk pertanian tepung porang.
Selanjutnya, kesepatakan ketiga meliputi protokol pembukan akses pasar produk pertanian bubuk tabasheer.
Lanjut, kesepakatan keempat adalah soal kerja sama riset dan pengembangan industri pemuliaan tanaman (plant breeding) dan budidaya laut.
Sedangkan kesepakatan kelima meliputi kerja sama terkait transfer pengetahuan dan pengalaman untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam kesepakatan keenam, kedua negara sepakat meneken Nota Kesepahaman tentang peningkatan kerja sama Indonesia-China “Two Countries, Twin Parks”.
Kemudian, kesepakatan ketujuh adalah nota kesepahaman tentang kerja sama ekonomi dan teknis. Sedangkan kesepakatan terakhir adalah kerja sama pendidikan bahasa Mandarin.
Sementara Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menilai bahwa pertemuan Presiden Jokowi akan membawa kepentingan Indonesia dalam pertemuan dengan Presiden Xi Jinping.
“Banyak kerja sama ekonomi yang bisa dibangun bersama China. Termasuk dalam kaitannya dengan program hilirisasi,” kata Piter ketika dihubungi Infobanknews.
Baca juga: Ekonomi China Melempem, Minat Investor Asing ke Negara Asia Ikut Terimbas?
Terlebih, kata Piter, China merupakan tujuan ekspor utama dari Indonesia. Hanya saja, saat ini Indonesia masih mengekspor barang mentah dan setengah jadi. Untuk itu, penting halnya membangun industri hilirisasi.
“Kita impor banyak barang manufaktur. Kerja sama dengan China ini tidak mengindikasikan ketergantungan. Memang China saat ini partner kerja sama kita yang utama,” kata Piter. (*)