Mahkamah Konsitusi Thailand Copot Perdana Menteri Shinawatra

Mahkamah Konsitusi Thailand Copot Perdana Menteri Shinawatra

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand resmi memberhentikan Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya. Putusan ini dikeluarkan setelah pengadilan menilai percakapan telepon bocor dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, melanggar standar etika secara serius.

Putusan yang dipicu petisi 36 senator ini mengakhiri masa jabatan Shinawatra yang baru berlangsung lebih dari setahun.

Dalam rekaman audio yang disebarkan media pada 18 Juni 2025, percakapan antara Shinawatra dan Hun Sen (mantan PM Kamboja sekaligus Presiden Senat saat ini) dijadikan dasar penilaian bahwa ia tidak memenuhi syarat sebagai perdana menteri.

Baca juga: RI, Malaysia, dan Thailand Perluas Kerja Sama Penggunaan Mata Uang Lokal

Mayoritas hakim, dengan perbandingan suara 6:3, menyatakan Shinawatra bersalah. Tiga hakim minoritas menilai tindakannya tidak tergolong pelanggaran etika berat.

Kabinet Harus Kosongkan Jabatan

Putusan MK berlaku efektif per 1 Juli 2025. Dengan begitu, seluruh kabinet juga dinyatakan harus mengosongkan jabatan, meski tetap bertugas sementara hingga pemerintahan baru terbentuk.

Dalam pernyataan di Gedung Pemerintah, Shinawatra menyatakan menerima putusan tetapi menegaskan dirinya tidak bersalah. Ia berdalih bahwa percakapan tersebut dilakukan demi kepentingan nasional, bukan untuk keuntungan pribadi.

“Percakapan itu dilakukan dengan niat tulus untuk mengabdi kepada negara,” ujarnya seperti dilansir ANTARA, Minggu, 31 Agustus 2025.

Baca juga: RI-Thailand Sepakat Perkuat Kerja Sama Bilateral, Ini Detailnya

Shinawatra juga menyinggung bahwa pembicaraan itu terjadi sebelum konflik perbatasan yang penuh kekerasan pecah.

Ia menyebut putusan MK sebagai contoh lain dari perubahan politik yang mendadak di Thailand, sembari meminta parlemen membantu menciptakan stabilitas.

Oposisi Siap Dorong Pemilu Baru

Partai Rakyat oposisi menyambut putusan ini dengan menyerukan pembentukan pemerintahan baru.

Namun mereka menegaskan syaratnya yaitu calon PM berikutnya harus membubarkan parlemen dalam empat bulan setelah menyampaikan pernyataan kebijakan, demi membuka jalan bagi pemilu baru.

Baca juga: Ketum NasDem Surya Paloh Nonaktifkan Sahroni dan Nafa Urbach dari DPR

Partai tersebut juga menolak kemungkinan bergabung dengan pemerintahan dan menegaskan tidak akan mendukung perdana menteri “dari luar” atau sosok dengan rekam jejak kudeta militer. (*)

Related Posts

News Update

Netizen +62