Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan, bahwa kondisi perbankan nasional saat ini masih dalam keadaan sehat dan kuat untuk menghadapi pelemahan ekonomi akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah melakukan pengawasan terhadap perbankan khususnya dari segi likuiditas dan permodalan. Dari pengamatan yang dilakukan LPS tersebut, bahwa perbankan nasional masih cukup kuat menghadapi pelemahan ekonomi ini.
“Indikator-indikatornya (perbankan) masih normal. Fundamentalnya juga cukup kuat. Ini yang ingin saya sampaikan. Jadi jangan sampai salah mengartikan,” ujar Halim saat live video conference bersama media di Jakarta, Kamis malam, 9 April 2020.
Namun demikian, untuk menghadapi pelemahan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 ini, LPS sudah melakukan simulasi atau skenario terburuk terhadap perbankan. Langkah ini dilakukan guna mengantisipasi dampak lanjutan Covid-19 yang dikhawatirkan akan mempengaruhi industri perbankan.
“Kebijakan LPS ini menjadi bagian dari kebijakan KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Jadi ini berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi (forward looking) tapi jangan sampai skenario atau gambaran terburuk ini terjadi,” tegas Halim.
Sejalan dengan itu, dalam Perppu 1/2020, LPS diberikan kewenangan untuk melakukan keterlibatan di awal guna mengetahui bank yang dalam pengawasan intensif OJK. Dengan demikian, dapat membantu kondisi keuangan LPS sebelum melakukan resolusi bank karena akan lebih dahulu mengetahui berapa jumlah bank yang akan diresolusi LPS.
Akan tetapi, lebih lanjut dirinya mengungkapkan, bahwa saat ini likuiditas perbankan masih sangat cukup. Apalagi, pihak Bank Indonesia (BI) juga sudah mengeluarkan beberapa kebijakan salah satunya dengan melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM) yang bertujuan untuk menambah likuiditas perbankan.
“Likuiditas semuanya cukup, cuma memang dalam kekuatannya bank Buku I suka kalah saing dengan bank besar. Namun, kami mengamati, ini tidak akan terjadi karena BI sudah melonggarkan kebijakannya (GWM) jadi kondisi likuiditas perbankan kita masih likuid,” ucap Halim.
Asal tahu saja, stabilitas sistem keuangan masih terpantau stabil yang tercermin dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan pada Februari 2020 masih tinggi yakni sebesar 22,42% dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,79% (gross) dan 1,00% (net).
Sementara itu, likuiditas perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 212,30% dan 108,12%, jauh di atas threshold yang masing-masing sebesar 100% dan 50%. Kemudian, DPK perbankan juga masih tumbuh sebesar 6,80% yoy, atay lebih tinggi dari pertumbuhan kredit yang sebesar 5,93% yoy per Februari 2020. (*)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More