Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 24 Tahun 2004 dan beroperasi sejak 22 September 2005 memiliki fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Pasca disahkannya UU No. 9 Tahun 2016, semakin menegaskan fungsi LPS sebagai otoritas penjamin simpanan dan otoritas resolusi di Indonesia dengan perluasan kewenangan dalam hal penyelesaian dan penanganan bank gagal yang kemudian dilengkapi dengan opsi metode P&A dan Bridge Bank serta amanat sebagai penyelenggara Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Dalam menjalankan fungsinya sebagai otoritas penjamin simpanan, LPS berperan dalam menjamin simpanan dari setiap bank yang melakukan kegiatan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi Bank Umum (termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan perbankan dalam wilayah Republik Indonesia) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), baik bank konvensional maupun bank berdasarkan prinsip syariah.
“Perkembangan terkini menunjukkan, jumlah bank umum peserta program penjaminan LPS mencapai 110 Bank Umum sementara BPR-BPRS mencapai 1.676 bank. Dari total jumlah bank peserta penjaminan tersebut, jumlah rekening yang dijamin LPS per Agustus 2020 adalah mencapai 99,91% dari total rekening atau setara dengan 330.519.351 rekening,” ujar Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, dalam sebuah Webinar bertema “Penyelamatan BPR Sebagai Ujung Tombak Pembiayaan UMKM” yang digelar Infobank, di Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2020.
Didik manambahkan, secara nominal jumlah simpanan yang dijamin mencapai 51,55% dari total simpanan atau setara dengan Rp3.383,42 triliun. Sementara itu, pendapatan premi penjaminan dari BPR-BPRS pada tahun 2019 mencapai Rp224,6 miliar, angka ini meningkat 11,2% dari tahun 2018 yang sebesar Rp201,9 miliar. Pada periode pertama pembayaran premi tahun ini (Semester I-2020), pendapatan premi penjaminan dari BPR-BPRS sebesar Rp116,0 miliar.
Saat ini, dengan program penjaminan LPS yang menjamin dana nasabah perbankan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank telah mencakup 99,91% jumlah rekening simpanan nasabah bank dan sekitar 51,55% nominal simpanan nasabah bank (data per Agustus 2020). Dibandingkan dengan negara-negara lain, besaran maksimum nilai simpanan yang dijamin LPS yang sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank setara dengan 33,8 kali PDB per kapita nasional tahun 2019, jauh di atas rata-rata negara-negara menengah atas yang hanya sekitar enam kali PDB per kapita.
“Ini menunjukkan betapa tingginya komitmen LPS dalam menjaga kepercayaan deposan bank agar tetap merasa aman, tenang, dan pasti untuk menyimpan uangnya dalam sistem perbankan nasional,” ucapnya.
Sejak pertama kali beroperasi pada September 2005 hingga saat ini, jumlah rekening yang dijamin LPS selalu berada pada level di atas 90%, yaitu level standar minimum konsensus asosiasi penjamin simpanan internasional (IADI). Sementara itu, jumlah nominal simpanan yang dijamin juga terus berada pada level di atas 50%, jauh di atas konsensus IADI yang sekitar 20-30%, sehingga disiplin pasar tetap dapat berjalan dengan baik. Kemudian sesuai best practices untuk memitigasi moral hazard, setiap rekening simpanan yang dijamin LPS perlu untuk menaati prinsip 3T, yaitu: (1) tercatat pada pembukuan bank, (2) tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga penjaminan LPS, dan (3) tidak menyebabkan bank menjadi bank gagal (misalnya memiliki kredit macet). (*) Krstopo