Jakarta – Pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria menyebut, pengawasan serta penguatan tracing, testing, dan treatment (3T) menjadi syarat agar kebijakan lockdown atau pembatasan mobilitas dapat membuahkan berhasil.
“Kalau pengetatan di akhir pekan ini mau berhasil maka sebaiknya pengawasan dan 3T-nya juga diperkuat karena jika hanya satu sisi saja maka tidak akan memberikan hasil yang signifikan,” kata Bayu melalui keterangan resminya di Jakarta, Sabtu 6 Febuari 2021.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disebut tengah mempertimbangkan kebijakan lockdown akhir pekan, menimbang bahwa kebijakan pemerintah untuk membatasi kegiatan masyarakat melalui PSBB maupun PPKM belum maksimal.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah mencanangkan gerakan Jateng Di Rumah Saja pada akhir pekan tanggal 6-7 Februari yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 443.5/0001933 tanggal 2 Februari 2021, tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan Pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Tahap II di Jawa Tengah.
Langkah pengetatan meliputi penutupan Car Free Day, penutupan jalan, penutupan toko/mall dan pasar, penutupan destinasi wisata dan pusat rekreasi, serta pembatasan kegiatan yang memunculkan potensi kerumuman, sementara sektor esensial seperti kesehatan tetap beroperasi seperti biasa.
Bayu menerangkan, mengingat kondisi penyebaran Covid-19 saat ini, pembatasan mobilitas memang menjadi urgen untuk dilakukan.
“Karena virus SARS-CoV-2 ini menular terutama via kontak langsung yang dapat dicegah salah satunya dengan menjaga jarak berupa pengetatan, tentu saja masker juga jangan lupa,” jelasnya.
Ia menambahkan, lockdown akan efektif bukan dilihat dari durasinya tetapi dilihat dari pelaksanaan di lapangan seberapa ketat dan ditunjang dengan 3T yang diperkuat secara masif, salah satunya dapat dilakukan dengan melibatkan relawan.
Bayu menyebut sejumlah negara yang dinilai telah cukup berhasil dalam mengendalikan kasus Covid-19 seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Selandia baru, melakukan pengetatan di awal terutama di perbatasan disertai 3T yang sangat masif.
Idealnya, pembatasan dilakukan dalam durasi 14 hari mengikuti masa inkubasi virus. Namun, hal ini menurutnya juga perlu mempertimbangkan sejumlah aspek, terutama dari sisi ekonomi. Kebijakan pengetatan dan pelonggaran kegiatan masyarakat, terangnya, perlu selalu disesuaikan dengan kondisi daerah. (*)
Editor: Rezkiana Np