Kupang–Tiffany, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nusa Cendana, Nusa Tenggara Timur tampak serius duduk di atas bangku plastik berwarna hijau muda di tengah-tengah puluhan mahasiswa lain di Aula Universitas Cendana. Rupanya ia sedang memeperhatikan Rektornya, yang juga seorang komisaris bank daerah setempat, Fred Benu.
Di atas panggung, rupa-rupanya Fred tengah bercerita dengan berapi-api, seputar sengalamannya berinvestasi di bursa komoditas. Beberapa kali ia menantang para mahasiswa, dosen dan dekan untuk berinvestasi, memanfaatkan produk industri keuangan lain selain bank. Pasalnya ke depan, menyimpan uang di bank sudah tak akan lagi menarik, di berbagai belahan dunia, ia bercerita, masyarakat yang hendak menyimpan uang di bank justru harus membayar bukan lagi mendapatkan bunga simpanan karena kebijakan suku bunga negatif.
Begitu pula di Indonesia, lanjut Fred, bank sudah harus mulai menurunkan bunga simpanannya sesuai kebijakan Pemerintah. Cuma ia mengakui, berinvestasi khususnya di pasar modal harus memahami risikonya, meski menjanjikan imbal hasil tinggi investor juga harus siap menanggung kerugian.
“Saya tantang. Nanti kita buka galeri investasi bulan depan, kalian mau tidak ikut main dengan Rp100 ribu saja? Kita lihat nanti siapa yang lebih jago mainnya, saya dan pak dekan dan pak dosen atau kalian? Nanti kita siapkan fasilitasnya. Kalian mau tidak?,” tantang Fred di panggung OJK Goes to Campus yang digelar Otoritas Jasa Keuangan. Selasa 29 Maret 2016.
Sontak, para mahasiswa termasuk Tiffany menyambut dengan teriakan lantang “mau”. Antusiasme para mahasiswa tersebut cukup menarik, karena dengan tingkat melek keuangan NTT yang masih lebih rendah dibanding angka literasi keuangan nasional yaitu 19% dibanding 21,8% ternyata para mahasiswa menyambut positif ajakan untuk berinvestasi di pasar modal.
Tiffany mengatakan, selama ini memang baru memahami dan menggunakan produk perbankan. Namun setelah mendengar pemaparan para pemateri di gelaran OJK Goes to Campus ia ingin mencoba untuk berinvestasi di pasar modal. ” Menarik soalnya, kalau biasanya kami hanya tahu dari membaca di buku, di sini kami mendengar pengalaman-pengalaman langsung cara berinvestasi,” kata dia.
Ternyata, menurut Deputi Komisioner OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono, karakteristik masyarakat NTT memang menunjukkan minat yang tinggi pada produk-produk investasi. Hal itu ditunjukkan dengan maraknya kasus investasi bodong di NTT. Oleh karena itu OJK mengubah strateginya dalam memerangi investasi bodong di NTT.
Jika sebelumnya aktif berkampanye lewat media massa, OJK sekarang mendekati generasi muda untuk berinvestasi dengan membuka Galeri-Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia di kampus-kampus di NTT. Sebelumnya OJK bersama Bursa Efek Indonesia juga telah membuka galeri investasi di Universitas Muhammadiyah Kupang. Jika anak-anak muda ini mulai paham cara berinvestasi yang benar, diharapkan mata rantai investasi bodong yang seingkali hanya berganti-ganti nama namun tetap bisa memperdaya masyarakat ini lambat laun akan mati.
“Strategi OJK hanya mengingatkan pada masyarakat, hati-hati, cermati sekarang kita lebih agresif kita presentasikan lakukan secara serentak investasi yang benar bagaimana, yaitu lewat galeri-galeri bursa ini, jadi masyarakat juga ada gantinya (dari investasi bodong ke investasi pasar modal),” kata wanita yang akrab dipanggil Titu ini di Maumere, Rabu 30 Maret 2016.
Ia mengatakan, masyarakat di kota-kota yang sedang bertumbuh memang sudah mulai mencari alternatif investasi dengan imbal hasil lebih tinggi ketimbang perbankan misalnya NTT dan Batam. Di NTT, tercatat investor pasar modal pada 2013 mencapai 409 orang, naik menjadi 507 pada 2014, Desember naik lagi menjadi 662 orang, dan per Februari 2016 menjadi 882 orang. (*) Ria Martati
Editor: Paulus Yoga