Lindungi UMKM Lokal, Pemerintah Segera Tata Social Commerce

Lindungi UMKM Lokal, Pemerintah Segera Tata Social Commerce

Jakarta – Pemerintah bakal segera menata perdagangan di social commerce sejalan dengan rencana TikTok melakukan investasi jumbo senilai USD10 miliar atau setara Rp149,5 triliun. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, apabila social commerce tidak diatur dengan jelas, maka akan berdampak negatif pada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Tanah Air.

“Itu kalau enggak diatur, kolaps (industri lain) 3 bulan nanti, industri kecantikan kita bisa collapse,” ujarnya saat rapat kerja bersama dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Selasa (5/9).

Baca juga: Menteri Teten Ngeluh Revisi Permendag Soal Perlindungan UMKM Belum Juga Rampung

Menurutnya, aturan main social commerce tersebut nantinya akan diatur melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). 

Dalam baleid PPMSE itu, terdapat empat usulan yang diatur oleh pemerintah. Antara lain, memberlakukan aturan yang sama untuk penjualan e-commerce (daring) dan penjualan offline khususnya pengenaan pajak. 

Kemudian, pemerintah akan melarang penjualan barang impor sebesar di bawah 100 dolar AS atau di bawah Rp1,5 juta hanya untuk produk yang dikirim secara cross border atau melalui perdagangan lintas batas. 

“Selanjutnya platform digital dilarang menjadi produsen dan terakhir pemerintah akan membedakan aturan main untuk penjualan di e-commerce dengan penjualan social commerce,” jelasnya.

​​Senada, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tengah mendorong agar pemerintah mengambil langkah tegas dalam membatasi produk impor di toko online, termasuk TikTok Shop. Dalam hal ini, berkaca dari India dan Amerika Serikat (AS) yang berani melarang operasi TikTok.

“India saja berani menolak TikTok, kenapa kita enggak? AS juga melarang TikTok. Jualannya boleh, tapi enggak boleh disatukan dengan media sosial. Kita, media sosial juga jualan,“ tegasnya.

Adapun, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang turut hadir di DPR mengklaim, dirinya telah menutup izin impor barang secara langsung e-commerce alias perdagangan cross border. Hal ini dilakukannya sebagai respons atas banjir produk impor di e-commerce maupun social commerce.

Baca juga: Social Commerce Diproyeksi Naik 3 Kali Lipat di 2026, Mendag Harus Segera Revisi Aturan

Bahlil mengatakan, instruksi telah disampaikan kepada deputi terkait meskipun regulasi menyangkut larangan tersebut. Adapun aturan yang dimaksud ialah revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) No. 50 tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang tak kunjung rampung hingga saat ini. 

Pihaknya siap menghadapi komplain dari para pengusaha atas langkahnya tersebut. Pasalnya, ia menilai kondisi banjir impor di e-commerce harus segera ditangani, daripada semakin merugikan para UMKM.

Operasional social commerce perlu ditata untuk memastikan level of playing field bagi para pelaku perdagangan elektronik. Kewajiban sertifikasi lokal, termasuk SNI, BPOM, halal, dan aturan mengenai harga minimal USD100 untuk barang impor cross-border dinilai dapat melindungi UMKM domestik agar tetap kompetitif di pasar Indonesia. 

“Kami siap menghadapi komplain dari pengusaha atas langkahnya tersebut. Kondisi banjir impor di e-commerce harus segera ditangani daripada semakin merugikan UMKM,” tegas Bahlil. 

Di sisi lain, positive list turut dinilai akan tidak efektif dalam membendung transaksi barang cross-border. Melihat tantangan utama dari positive list ini adalah implementasi pengawasannya barang impor dengan harga yang variatif oleh Dirjen Bea dan Cukai.

Baca juga: Tingginya Potensi Penyalahgunaan Data Pribadi pada Social Commerce

Dukung Revisi Permendag

Menanggapi rencana revisi permendag tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengungkapkan, menjamurnya barang-barang impor yang masuk ke pasar dalam negeri memang menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. 

Menurutnya, barang-barang buatan lokal harus bisa bersaing di tengah gempuran barang-barang impor. Namun, ia berharap adanya keberpihakan pemerintah dan masyarakat untuk mengutamakan membeli produk lokal. 

“Rencana revisi Permendag 50/2020 itu, saya kira itu bentuk keberpihakan pemerintah kepada pelaku UMKM, di mana direncanakan yang USD100 ke bawah tidak diperkenankan lagi masuk di dalam perdagangan Indonesia melalui e-commerce,” jelasnya. 

Terkait dengan TikTok Shop, pihaknya khawatir tren ini akan membuat kolaps UMKM lokal. Karena itu, perlu tiga pilar untuk menopang produk UMKM lokal, antara lain, regulator harus berpihak pada pelaku UMKM, pelaku UMKM juga harus sadar diri untuk meningkatkan kualitas produknya. 

“Dan yang ketiga sebisa-bisanya bersaing yang kompetitif dalam soal harga,” bebernya.

Baca juga: Project S TikTok Dipastikan Gak Akan Masuk RI, Menteri Teten: Mereka Sudah Janji

Sementara itu, Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital, Alfons Tanuwijaya mengatakan, perlunya izin khusus atau tambahan untuk social commerce dalam melakukan aktivitas perdagangan. 

Selain dinilai akan membawa dampak positif untuk persaingan e-dagang tanah air, juga akan memperkuat perlindungan data pribadi pengguna. 

“Ya kalau memang membuat TikTok Shop, seharusnya pemerintah memperlakukan itu sebagai e-commercejuga. Itu perlu dipertimbangkan, karena masalah pajaknya,” kata Alfons. 

Alfons menambahkan, social commerce seperti TikTok dan SnackVideo menggunakan metode layaknya orang menjual narkoba. Karena itu, masyarakat diimbau tidak terjebak pada hype atau promosi sensasional yang sifatnya jangka pendek. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News