Yogyakarta – Berkembangnya teknologi membuat lanskap industri jasa keuangan mengalami perubahan. Inovasi teknologi melahirkan perusahaan keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech). Fintech yang berkembang saat ini, punya banyak lini bisnis, salah satunya adalah peminjaman dana.
Fintech yang menjalankan bisnis peminjaman dana berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fintech yang terdaftar dan berijin di OJK, per 7 Agustus 2019 jumlahnya ada 127 perusahaan. Tapi, di luar sana sangat banyak fintech yang beroperasi.
Di balik keberadaan fintech, tidak sedikit terjadi perselisihan antara fintech dengan nasabah atau konsumennya. Belum lagi ada juga persoalan dari sejumlah fintech yang menyulitkan nasabahnya, mulai dari pengenaan bunga kredit yang kelewat tinggi hingga cara-cara penagihan yang di luar kelaziman.
Menanggapi hal itu, Sarjito, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK mengatakan, masyarakat harus terus diberi edukasi terkait dengan keberadaan fintech. “Mengenai layanan dan produk keuangan, kita ini inklusi, tapi banyak yang tidak mengerti,” ujarnya, dalam Seminar Pengawasan Market Conduct dan Implementasinya di Era Digital, di Yogyakarta, Kamis, 3 Oktober 2019.
Sementara, mengenai pengawasan terhadap fintech, Sarjito bilang, pihaknya hanya bisa mengawasi fintech-fintech yang terdaftar dan berijin di OJK. Kepada fintech-fintech yang tak terdaftar dan tak berijin, OJK tidak bisa berbuat banyak. “Kepada yang terdaftar, kita bisa mengatur dan mengawasi, tapi kepada yang ilegal itu tidak,” tukasnya.
Di lain sisi, tidak hanya melindungi nasabah fintech sebagai konsumen, menurut Sarjito, OJK juga punya tugas untuk melindungi pelaku fintech yang terdaftar dan berijin. Sebab, di luar sana, tidak bisa dipungkiri, ada juga sebagian nasabah atau konsumen fintech yang memang nakal. “Makanya, kita juga harus melindungi penyelanggara fintech, khususnya yang legal,” pungkas Sarjito. (Ari Nugroho)