Jakarta – Sebagai eksportir pemasok bahan pakaian, Indonesia terus mengembangkan potensi desain kain dan melakukan terobosan untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Salah satunya melalui batik aromaterapi. Ini merupakan produk unik yang mengeluarkan aroma wangi rempah dan bunga dari kain batiknya, tahan hingga empat tahun meskipun dicuci berulang-ulang.
Metode batik aromaterapi ditemukan seorang perempuan milenial bernama Warisatul Hasanah yang mendirikan Batik Al-Warits.
Al Warits telah menjadi mitra binaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), atau Indonesia Eximbank sejak 2019 lalu dan mengikuti berbagai pameran skala internasional seperti Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 lalu.
Baca juga: LPEI Dorong 104 UKM Tembus Pasar AS hingga Selandia Baru
LPEI terus memperkuat komitmennya untuk mewujudkan ekosistem ekspor yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusi signifikan bagi ekspor nasional.
Salah satunya dengan melakukan pendampingan kepada perajin batik aromaterapi yang menjadi ciri khas Madura.
Untuk mendorong ekosistem ekspor berkelanjutan yang dapat memberikan kontribusi signifikan bagi ekspor nasional, LPEI berkolaborasi dengan Kemenkeu Satu (Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak), dan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan pendampingan kepada 139 perajin perempuan binaan Al-Warits dari 11 desa di Kabupaten Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep.
Warisatul Hasanah menambahkan LPEI bersama Kemenkeu Satu juga memberikan berbagai pelatihan lainnya dalam rangka penguatan kapasitas dan organisasi perusahaan.
“Selain penguatan kompetensi dan peningkatan kapasitas produksi, kami juga diberikan pelatihan penyusunan laporan keuangan, manajemen perusahaan, prosedur dan perizinan ekspor serta penyuluhan perpajakan dalam rangka meningkatkan kapasitas bisnis Desa Devisa Batik aromaterapi,” ujar Warisatul Hasanah dalam keterangan resminya, 20 April 2024.
Berbagai pelatihan dan pendampingan LPEI untuk desain batik gentong Madura dan peningkatan kapasitas produksi dalam satu tahun terakhir mulai membuahkan hasil.
LPEI berhasil meningkatkan kapasitas produksi perajin batik meningkat dari 400 kain per hari menjadi 4.000 kain per hari dan pendapatan perajin dari Rp300.000 menjadi Rp1.250.000 per bulan.
Kepala Divisi Jasa Konsultasi LPEI Ilham Mustafa menjelaskan Program Desa Devisa dirancang untuk memberikan pendampingan yang komprehensif dan berkelanjutan dengan tujuan membuka potensi ekspor komoditas unggulan daerah. Pendampingan Desa Devisa Batik Aromaterapi ini berhasil mendorong ekspor produk batik aromaterapi ke negara Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Korea, dan Jepang.
“LPEI terus berkomitmen mewujudkan ekosistem ekspor yang berkelanjutan hingga menciptakan kesejahteraan bagi para perajin batik,” ujar Ilham.
Baca juga: Sukses Ekspor ke Tiongkok, UMKM Binaan BCA Ini Kembali Bidik Pasar Timur Tengah
Sementara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja nilai ekspor Kain/Bahan Pakaian Indonesia (HS Code 56 – 60) sepanjang tahun 2023 tercatat mencapai USD473,31 juta. Adapun lima negara tujuan ekspor utama kain/bahan pakaian Indonesia adalah Jepang (porsi 19,6 persen), Vietnam (15,6 persen), India (7,4 persen), Amerika Serikat (6,1 persen) dan Korea Selatan (5,8 persen).
Masih berdasarkan data BPS, kinerja nilai ekspor batik mencapai USD17,45 juta pada tahun 2023. Batik asal Indonesia paling banyak diekspor ke Amerika Serikat (porsi 74,75 persen), Jerman (3,61 persen), Singapura (3,23 persen), Malaysia (2,82 persen), dan Kanada (1,92 persen). (*)