Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPR RI Tahun 2022 mengatakan, bahwa defisit anggaran Indonesia harus kembali ke angka kurang dari 3%. Kebijakan burden sharing dapat menjadi opsi dalam upaya pemulihan ekonomi.
Hal tersebut, menjadi tantangan utama, karena kondisi pemulihan yang tidak menentu. Selain itu, peningkatan utang yang signifikan menimbulkan beban pembayaran bunga tambahan.
“Sebagai strategi jangka pendek, penyusunan prioritas dan realokasi anggaran secara tepat diperlukan. Kebijakan burden sharing tidak hanya dengan moneter, tetapi juga dengan dunia usaha, dapat menjadi opsi dalam upaya pembiayaan ketidakpastian di masa mendatang,” ujar Bamsoet sapaan akrabnya.
Sementara itu, strategi jangka panjang membutuhkan perencanaan pembayaran utang setidaknya untuk 30 tahun kedepan, dan pada saat yang bersamaan, memastikan kondisi fiskal dan moneter tetap terjaga.
Di sisi lain, pembayaran kupon dan jatuh tempo utang pemerintah, akan berdampak pada pengurangan cadangan devisa. Berdasarkan data bulan Juli 2022, kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri Indonesia sebesar USD21,6 miliar per bulan. Lebih lanjut, posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan Juli ini, masih senilai lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional.
Asal tahu saja, sebelumnya pmerintah menargetkan defisit pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maksimal 3% pada tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mnyampaikan hal ini berdasarkan amanat Perppu No. 1/2020 atau UU No. 2/2020, di mana defisit fiskal harus kembali ke 3 persen pada 2023.
“Upaya konsolidasi fiskal di tahun 2023 disertai dengan reformasi fiskal yang komprehensif dari sisi pendapatan, perbaikan belanja [spending better] dan mendorong pembiayaan produktif dan inovatif,” katanya. (*) Irawati