Oleh Ignasius Jonan, Bankir Senior, Menteri Perhubungan 2014-2016, dan Menteri ESDM 2016-2019
DUNIA bisnis sedang ber ada dalam kondisi penuh perjuangan (struggle). Ketegangan geopolitik dunia dan naiknya risiko konflik militer antarnegara telah meningkatkan belanja pertahanan dunia. Stockholm International Peace Research Institute mencatat, belanja pertahanan pada 2024 telah meningkat 9,4 persen menjadi USD2,7 triliun.
Padahal, sejak pandemi COVID-19, negara-negara di dunia menghadapi keterbatasan fiskal sehingga belanja pembangunan menjadi terbatas, yang dampaknya terasa oleh dunia bisnis. Ditambah dampak perang tarif, terganggunya supply chain, dan melemahnya market demand, telah menyebabkan banyak perusahaan mengalami kontraksi.
Di tengah kondisi eksternal yang tidak menguntungkan bagi dunia bisnis, lantas apakah ada alasan bagi perusahaan untuk mengalami penurunan pendapatan bahkan kerugian?
Menurut saya, orang yang duduk sebagai pemimpin perusahaan atau chief executive officer (CEO) pastinya telah memutuskan untuk menjadi pemimpin sukses. Pemimpin yang ingin sukses akan bekerja keras untuk mencapainya.
Baca juga: Dirut Askrindo Raih Penghargaan Top Leader Asuransi Kredit 2025
Ketika menghadapi kesulitan, baik dari eksternal maupun internal, dia akan berusaha membuat terobosan dan bekerja sangat keras untuk menciptakan hasil daripada membuat alasan. “Leaders don’t make excuses, they creates result,” begitu kata Robin Sharma, penulis asal Kanada.
Ketika saya menerima penunjukan Menteri BUMN untuk memimpin Kereta Api Indonesia (KAI) pada 2009, perusahaan ini dalam kondisi merugi, pelayanannya buruk, dan sarana serta prasarananya kotor. Saya tidak mau beralasan tentang adanya resistensi politik ketika saya mau menertibkan pedagang kaki lima atau penumpang yang menum puk di atas gerbong karena telah men jadi kenyataan klasik selama pu luhan tahun.
Karena telah memutuskan untuk berhasil, saya bersama seluruh insan KAI mencari berbagai cara untuk mengatasinya. Hasilnya, pelayanan KAI menjadi tertib, kerugian berubah menjadi keuntungan, dan konsumen merasa puas.
Ada empat alasan mengapa seorang pemimpin tidak boleh men caricari alasan. Satu, accountability. Alasan sering kali menutupi kurangnya komitmen atau keinginan seseorang untuk menghindari tanggung jawab. Sebagai orang yang bertang gung jawab atas tercapainya sebuah tujuan, pemimpin tidak bisa mengalihkan kesalahan atau mencari alasan untuk membenarkan kegagalan.
Pemimpin dipercaya dan dihormati bukan karena kata-katanya, melainkan hasil (result) dari ucapan dan tindakannya.
Baca juga: Muliaman Hadad Raih Lifetime Leadership Achievement Award dari The Asian Banker
Dua, focus on solutions. Pemimpin tidak boleh berkutat pada masalah. Masalah harus diidentifikasi dan diselesaikan, seperti dikatakan Jocko Willink, penulis yang setelah pensiun dari militer pada 2010 kemudian mendirikan Echelon Front, tempat ia mengajarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang ia pelajari dalam pertempuran dan meraih kemenangan. “Good leaders don’t make excuses. Instead, they figure out a way to get things done,” ujarnya.
Tiga, building trust. Pemimpin dipercaya dan dihormati bukan karena katakatanya, melainkan hasil (result) dari ucapan dan tindakannya. Alasan justru bisa menurunkan kepercayaan, apalagi alasan yang buruk, seperti kata George Washington (1732-1799), presiden pertama Amerika Serikat (AS), “It is better to offer no excuse than a bad one.”
Empat, setting an example. Memimpin dengan contoh (lead by example) adalah hal yang terpenting bagi para pemimpin, apalagi dalam menghadapi masalah dan ingin mencapai tujuan. Jika ada bawahan berbuat salah, pemimpin harus bertanggung jawab karena memiliki authority untuk mendisiplinkan anak buahnya. Seperti dikatakan Brian Tracy, motivator asal Kanada, refuse to make excuses or blame others. The leader always says, if it’s to be, it’s up to me.
Sebagai penutup, ada kutipan bagus dari Ray Kroc (1902-1984), business man asal AS, “the quality of a leader is reflected in the standards they set for themselves.” Kualitas seorang pemimpin tecermin dari standar yang mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri.
Pemimpin dipilih untuk mengambil tanggung jawab dan menciptakan hasil. Seperti apa standar dan pilihannya itu ada di tangan pemimpin. Termasuk memilih membuat perubahan, atau membuat alasan.
Yang pasti, pemimpin yang memutuskan untuk berhasil akan banyak membuat terobosan dan tidak pandai membuat alasan. Orang yang pandai membuat alasan itu seperti apa yang dikatakan Benjamin Franklin (1706-1790), "founding father AS, “He that is good for making excuses is seldom good for anything else.”
Artikel ini juga dimuat di Majalah Infobank Edisi Juli 2025. Jika ingin baca artikel lainnya secara lengkap bisa kunjungi laman Infobankstore atau hubungi costumer service (CS) Infobankstore 081250002552 (WhatsApp).










