Jakarta – PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) diketahui telah merevisi laporan keuangan pada triwulan I-2023, dari sebelumnya mencatatkan rugi Rp5,22 miliar menjadi untung Rp5,12 miliar atau laba bersih melonjak 198% dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Kamis (22/6).
Hal tersebut, dipertanyakan oleh sejumlah pemegang saham, sehingga pemegang saham meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mengusut tuntas sejumlah kejanggalan pada laporan keuangan tersebut karena berpotensi merugikan pemegang saham minoritas, kreditur maupun calon investor.
Direktur Utama NKE, Heru Firdausi Syarif mengatakan bahwa, perubahan tersebut karena ada kenaikan nilai persediaan sebesar Rp5,4 miliar dan uang muka Rp4,9 miliar. Sehingga penyesuaian harus dilakukan untuk memenuhi standar akuntansi yang berlaku.
Namun, salah satu peserta RUPS, Andi LM, mengatakan bahwa, alasan Direksi NKE tersebut justru melanggar Prinsip Akuntansi Macthing Cost Against Revenue seperti yang tertera pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14 dan 72.
“Karena kenaikan nilai persediaan dan uang muka itu bukan berasal dari penambahan persedian dan uang muka, melainkan karena Direksi NKE diduga menunda pencatatan biaya-biaya yang seharusnya dibukukan pada Periode triwulan I-2023,” ucap Andi dalam keterangannya dikutip, 24 Juni 2023.
Lebih lanjut Andi menambahkan, dugaan penundaan pencatatan biaya-biaya tersebut yang menjadikan NKE seakan-akan laba, padahal rugi. Sehinhga, OJK dan BEI diharapkan melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan NKE triwulan I-2023 karena berpotensi merugikan pemegang saham mayoritas, kreditur dan calon ivestor.
“Laporan Keuangan yang disusun tidak sesuai prinsip-prinsip akuntansi dapat mengakibatkan pemegang saham minoritas, kreditur dan calon investor salah dalam mengambil keputusan investasi maupun pembiayaan,” imbuhnya.
Jika hal itu terjadi, maka Direksi Perusahaan Publik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sementara itu, Ester Septima, pemegang saham minoritas NKE lainnya yang ditemui seusai RUPS, juga meragukan kebenaran informasi dan fakta material pada Revisi Laporan Keuangan NKE, dimana adanya pengakuan Laba Kotor NKE sebesar 26,8% yang sangat tidak lazim.
“Angka itu jauh di atas rata-rata laba kotor industri konstruksi yang berada pada kisaran 10-15%. Seperti PT Total Bangun Persada Tbk yang hanya mencatatkan laba kotor sebesar 15,25% dan PT Adhi Karya Tbk sebesar 12,49%,” ujar Ester.
Selain itu, Ester menilai, perolehan kontrak baru NKE juga sangat minim. Sedangkan kontrak berjalan (carry over) juga tinggal sedikit. Minimnya kontrak kerja ini terlihat jelas pada catatan Nomor 29 Laporan Keuangan NKE.
“Ini menjadi tanda tanya besar bagi kami pemegang saham minoritas, bagaimana NKE bisa membukukan laba kotor yang sangat besar di tengah minimnya kontrak kerja,” tambahnya.
Adapun, Ester turut meminta OJK dan BEI untuk segera memeriksa Revisi Laporan Keuangan NKE triwulan I-2023 dan hasil pemeriksaan tersebut juga harus segera disampaikan kepada publik dan seluruh pemegang saham.
“Semua kejanggalan yang berpotensi menyesatkan informasi di industri pasar modal sudah seharusnya diusut tuntas OJK dan BEI,” kata Ester. (*) Ari Nugroho