Jakarta – Langkah KB Kookmin Bank untuk mengambil alih saham Bank Bukopin dan memberikan modal segar dinilai sudah tepat untuk menjaga likuiditas bank berkode emiten (BBKP) tersebut.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Perbankan Paul Sutaryono ketika dihubungi Infobanknews. Ia yakin kondisi likuiditas Bank Bukopin masih sangat kuat dengan indikator capital adequacy ratio (CAR) Bank Bukopin yang masih dalam batas aman di level 12,59% hingga kuartal I-2020.
“Sejatinya, CAR 12% suatu level yang memenuhi syarat sesuai dengan aturan Basel. Sudah barang tentu Bank Bukopin telah memperhitungkan dengan matang mengapa mengambil Kookmin Bank sebagai pemegang saham pengendali,” kata Sutaryono di Jakarta, Jumat 12 Juni 2020.
Menurutnya, persaingan bisnis industri perbankan saat ini mulai ketat ditengah pandemi covid-19. Pelaku pebankan kini memang telah menghadapi tantangan pengetatan likuiditas ditengah perebutan dana. Oleh karena itu masuknya KB Kookmin Bank dirasa sangat tepat untuk memperkuat bisnis Bank Bukopin.
“Jangan lupa bahwa Kookmin Bank itu bank terbesar di Korea Selatan. Hal itu bertujuan untuk menambah likuiditas Bank Bukopin sehingga lebih perkasa dalam menghadapi persaingan bisnis perbankan yang semakin sengit saat ini,” katanya.
Sebagai informasi saja, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan hingga April 2020 memang masih tumbuh sejalan dengan perlambatan ekonomi. Berdasarkan data dari Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 5,73% yoy lebih rendah dari Maret 2020 yang sempat mencapai 7,95%.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020 juga masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,89% (NPL net Bank Umum Konvensional (BUK): 1,09%) dan Rasio NPF sebesar 3,25%.
Selain itu LPS juga mencatat pertumbuhan Dana pihak ketiga (DPK) 9,54% (yoy). Pretumbuhan DPK yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit yang membuat LDR masih cukup longgar yaitu di level 91,92%. Adanya peningkatan pertumbuhan kredit sepanjang periode Maret disebabkan pertumbuhan kredit valas dan modal kerja yang meningkat. (*)
Editor: Rezkiana Np