Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp8.444,87 triliun di semester I 2024. Jumlah utang itu naik sebesar Rp91,85 triliun dibandingkan posisi sebelumnya yang senilai Rp8.353,02 triliun di akhir Mei 2024.
Dikutip dari Buku APBN Kita Edisi Juli 2024, menyebutkan bahwa rasio utang pemerintah tersebut setara 39,13 persen terhadap Produk Domestik bruto (PDB) Indonesia.
Artinya, posisi utang tersebut tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Baca juga: Alert! Ekonom Ungkap Utang Pemerintah dalam Posisi Tak Aman
“Per akhir Juni 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata- rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,98 tahun,” tulis Buku APBN Kita Edisi Juli 2024, dikutip, Selasa, 30 Juli 2024.
Berdasarkan instrumen, utang pemerintah terdiri dari dua jenis, yakni berupa surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah per Januari 2024 masih didominasi oleh instrumen SBN, yakni 87,85 persen dan sisanya pinjaman 12,15 persen.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp7.418,76 triliun. Terdiri dari SBN Domestik sebesar Rp5.967,70 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp4.732,71 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.234,99 triliun.
Baca juga: Duh! Utang Luar Negeri RI Naik Lagi, Sekarang Tembus Segini
Kemudian, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing per Juni 2024 sebesar Rp1.451,07 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp1.091,63 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp359,44 triliun.
Kemudian, utang pemerintah dalam bentuk pinjaman Rp1.026,11 triliun per Juni 2024. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri Rp988,01 triliun.
Adapun, pinjaman luar negeri Rp988,01 triliun terdiri dari bilateral Rp263,72 triliun, multilateral Rp600,47 triliun, dan commercial banks Rp123,83 triliun. (*)
Editor: Galih Pratama