Jakarta — PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) melaporkan bahwa laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI) mencapai Rp932,7 miliar untuk enam bulan yang berakhir 30 Juni 2018 atau pada semester pertama tahun ini. Angka tersebut tercatat menurun sekitar 6,58% bila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang mampu mencatat Rp998,5 miliar.
“Sedikit penurunan dalam PATAMI terutama karena pendapatan fee based income yang lebih rendah dan sedikit tekanan di NIM. Dan juga bisnis dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang melambat di semester pertama tahun 2018,” seperti dikutip dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu 2 September 2018.
Selain itu, pada Unit Usaha Syariah juga terus mencatat kinerja yang kuat pada enam bulan pertama 2018 dengan total asset meningkat 31,4% menjadi Rp29,2 triliun, memberikan kontribusi sebesar 17,0% dari total aset bank.
Total pembiayaan Unit Usaha Syariah tumbuh 42,2% dari Rp16,2 triliun per Juni 2017 menjadi Rp23,0 triliun per Juni 2018, dimana total simpanan tumbuh 38,8% dari Rp13,5 triliun menjadi 18,8 triliun. Sementara Non performing Financing (NPF) meningkat secara signifikan menjadi 2,9% per Juni 2018 dibandingkan dengan 3,9% pada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan Perbankan Syariah didukung oleh Perbankan Global yang membukukan pertumbuhan kredit yang kuat sebesar 10,4% menjadi Rp30,1 triliun pada Juni 2018 dari Rp27,3 triliun per Juni 2017 disumbangkan oleh pinjaman dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca juga: Hingga Semester I-2018 Laba Maybank Group Tumbuh 13,9%
Dua anak perusahaan Bank juga memberikan peningkatan kinerja pada semester pertama; khsusunya WOM Finance yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor berhasil mencatat peningkatan laba sebelum pajak sebesar 111,1% dan kualitas asset membaik dengan NPL gross 2,4% dari 2,8%.
Pertumbuhan yang solid dari bisnis Syariah dan bisnis Korporasi, kualitas asset yang lebih baik dan peningkatan signifikan dalam anak perusahaan telah menjadi inti dari kirneja enam bulan pertama Bank.
Maybank Indonesia juga mengelola biaya overhead secara efektif yang pemperlihatkan penurunan 2,5% dari Rp3,064 triliun menjadi Rp2,988 triliun untuk semester pertama tahun 2018 sebagai akibat dari manajemen biaya strategis yang berkelanjutan di seluruh lini bisnis dan unit pendukung. (*)