Laba Bersih Maybank Susut 3,3%, Ini Penyebabnya

Laba Bersih Maybank Susut 3,3%, Ini Penyebabnya

Jakarta – Maybank Indonesia mencatatkan penyusutan laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (profit after tax and minority interest/PATAMI) sebesar 3,3% year-on-year (yoy) menjadi Rp1,06 triliun pada September 2021. Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengungkapkan, hal ini disebabkan oleh adanya penyesuaian perhitungan pajak tangguhan atau Deferred Tax.

Kemudian, Net Interest Income (NII), atau Pendapatan Bunga Bersih juga turun 4,7% menjadi Rp5,35 triliun pada periode yang sama. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan kredit yang lebih rendah dan tren yield kredit (loan yield) yang menurun, sejalan dengan penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia dan restrukturisasi kredit nasabah yang sedang berlangsung akibat pandemi.

Namun demikian, Net Interest Margin (NIM), naik 6 basis point menjadi 4,8% pada September 2021, didukung oleh turunnya biaya dana (cost of fund).

“Meskipun perekonomian berangsur pulih, kami akan tetap disiplin dalam mengelola pertumbuhan bisnis Bank dan senantiasa menerapkan manajemen risiko yang konservatif ditengah kondisi yang menantang. Di sisi lain, kami akan terus berinovasi dalam menyediakan berbagai produk dan solusi keuangan yang relevan bagi nasabah, sejalan dengan misi Bank, Humanising Financial Services,” jelas Tazwin, di Jakarta, 23 November 2021.

Sejak 2020, Maybank Indonesia mengambil langkah konservatif dan secara proaktif mencadangkan provisi pada portofolio di seluruh segmen bisnis. Upaya proaktif perseroan dengan mencadangkan provisi dan dampak positif dari penerapan program restrukturisasi tersebut telah memberikan kontribusi kepada penurunan biaya provisi Bank sebesar 26,4%.

Lalu, Maybank juga mencatatkan rasio NPL (Konsolidasian) menjadi 4,6% (gross) dan 2,9% (net) pada September 2021 yang disebabkan oleh penurunan kredit. Meskipun demikian, Bank juga mampu menekan NPL kredit sebesar 4,2%.

Dari sisi kredit, perseroan tetap menerapkan risk appetite yang konservatif pada penyaluran kredit yang disetujui untuk menjaga kualitas aset. Kredit turun 9,7% menjadi Rp98,79 triliun yang disebabkan oleh penurunan kredit pada segmen Global Banking sebesar 6,0% dan kredit Community Financial Services (CFS) sebesar 11,5%, di mana kredit CFS Non-Ritel dan kredit CFS Ritel masing-masing turun sebesar 17,0% dan 5,5%.

Portofolio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) CFS-Ritel, yang pada kuartal sebelumnya mengalami fase pembalikan (turnaround), masih bertumbuh positif sebesar 5,9% pada sembilan bulan 2021 menjadi Rp14,82 triliun dari Rp13,99 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Secara kuartalan, KPR juga bertumbuh 2,8% dari Rp14,42 triliun di kuartal sebelumnya. Total simpanan nasabah tercatat turun 12,6% menjadi Rp101,88 triliun oleh karena menurunnya Simpanan Berjangka (time deposits) sebesar 19,9%. Hal ini selaras dengan strategi perusahaan untuk mempertahankan likuiditas yang kuat dan basis pendanaan yang efisien dengan mengurangi simpanan berbiaya tinggi.

Dari sisi likuiditas, profil pendanaan juga makin kuat, yang tercermin pada rasio CASA di level 44,7% dari total simpanan nasabah pada September 2021. Rasio tersebut meningkat dibanding 39,7% pada periode yang sama tahun lalu. CASA turun tipis 1,5% menjadi Rp45,54 triliun pada September 2021 dari periode yang sama tahun lalu.

Rasio Kredit terhadap Simpanan/Loan to Deposit Ratio (LDR bank saja) berada di posisi yang sehat, pada level 84,5%. Sementara, Rasio Kewajiban Pemenuhan Kecukupan Likuiditas (LCR bank saja), tercatat sebesar 175,0% pada September 2021, yang terkelola dengan baik dan berada di atas tingkat minimum yang diwajibkan regulator sebesar 100,0%.

Posisi permodalan Bank tetap kuat dengan Rasio Kecukupan Modal (CAR) tercatat sebesar 26,6% pada September 2021 dibanding 23,5% pada periode yang sama tahun lalu. Total modal Bank tercatat naik menjadi Rp27,67 triliun pada September 2021 dari Rp26,66 triliun pada September 2020. (*)

 

Editor: Rezkiana Np

Related Posts

News Update

Top News