Jakarta – Strategi PT Bank BTPN Tbk (BTPN) dalam menurunkan biaya bunga dan menjaga biaya kredit telah menghasilkan pertumbuhan laba bersih yang kuat pada Januari-September 2021 dibanding setahun lalu.
Laba bersih BTPN yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebeaar Rp2,05 triliun pada periode Januari-September 2021. Jumlah tersebut meningkat 32% year-on-year (yoy) dibandingkan perolehan diperiode sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,54 triliun.
“Bank BTPN mencatatkan hasil yang baik dari waktu ke waktu, didukung oleh kondisi ekonomi yang membaik dan optimisme masyarakat yang meningkat terhadap pemulihan ekonomi, serta strategi Bank BTPN yang mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam beradaptasi di era new normal,” kata Direktur Utama Ongki Wanadjati Dana, Kamis, 28 Oktober 2021.
Peningkatan laba bersih ini ditopang oleh beban bunga yang turun sebesar 39% yoy dari Rp4,54 triliun menjadi Rp2,76 triliun, serta biaya kredit yang 19% lebih rendah dari Rp1,95 triliun menjadi Rp1,59 triliun karena penyesuian metode penerapan PSAK 71. Sementara, pendapatan bunga bersih BTPN naik 5% yoy dari Rp7,93 triliun ke Rp8,31 triliun.
Selain pendapatan bunga bersih, BTPN juga mencatat kenaikan pendapatan operasional lainnya sebesar 11% yoy dari Rp1,31 triliun menjadi Rp1,45 triliun, yang berasal dari peningkatan pendapatan fee, salah satunya dari penjualan produk investasi. BTPN berhasil menjaga biaya operasional relatif tetap sama dengan tahun lalu, yaitu sekitar Rp5,1 triliun.
Beban bunga BTPN tercatat lebih rendah sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia dan meningkatnya saldo dan rasio Current Account Saving Account (CASA). Suku bunga acuan Bank Indonesia tetap berada di level 3,50% sejak Februari 2021, setelah mengalami penurunan sejak Juli 2019.
Peningkatan saldo dan rasio CASA, serta turunnya biaya dana term deposit rupiah, juga mengakibatkan penurunan biaya dana rupiah Bank BTPN menjadi 3,5% pada akhir Triwulan III-2021, dari 5,3% pada akhir Triwulan III-2020.
Bank BTPN mencatat peningkatan saldo CASA sebesar 37% menjadi Rp35,57 triliun pada akhir September 2021, dari Rp25,95 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Rasio CASA terhadap total dana pihak ketiga juga meningkat menjadi 34% dari 26%.
Pertumbuhan CASA juga dikontribusikan oleh Digital Banking, salah satu lini bisnis Bank BTPN. Sebagai salah satu pionir dalam pengembangan layanan perbankan digital di tanah air, Bank BTPN terus meningkatkan keandalan Jenius, aplikasi life finance solution bagi para nasabah digital savvy, di tengah tantangan pandemi COVID-19. Jumlah pengguna Jenius tumbuh sebesar 22,3% yoy menjadi 3,51 juta dan jumlah dana pihak ketiga bertumbuh 20,5% yoy menjadi Rp14,66 triliun pada akhir September 2021.
BTPN menyesuaikan kebutuhan dana pihak ketiga dengan kebutuhan pendanaan kredit dan kebutuhan likuiditas. Total dana pihak ketiga tumbuh sebesar 2% yoy menjadi Rp 103,23 triliun pada akhir September 2021, dari Rp100,80 triliun.
Penyaluran kredit mengalami penurunan sebesar 7% yoy menjadi Rp137,66 triliun pada akhir Triwulan-III 2021, dari Rp148,81 triliun, sebagai dampak dari permintaan kredit yang masih belum kembali ke tingkat permintaan sebelum pandemi. Penurunan penyaluran kredit juga mengakibatkan penurunan aset sebesar 2% yoy menjadi Rp183,02 triliun, dari Rp186,90 triliun.
“Terlepas dari penurunan kredit secara tahun-ke-tahun, penyaluran kredit sampai dengan akhir Triwulan III-2021 menunjukkan peningkatan dibandingkan angka pada akhir triwulan sebelumnya. Jumlah kredit yang diberikan naik sebesar 1,5% kuartal-ke-kuartal, dan ini merupakan tanda yang baik, yaitu terjadi peningkatan aktivitas masyarakat,” kata Ongki.
BTPN juga terus menjaga kualitas kredit nasabah agar tetap berada di level yang sehat. Hal ini tercermin di rasio gross NPL yang berada di level 1,56% pada akhir September 2021, lebih rendah dibanding rata-rata industri yang tercatat sebesar 3,35% pada akhir Agustus 2021.
Selain dana pihak ketiga, BTPN memiliki sumber pendanaan yang terdiversifikasi termasuk fasilitas pinjaman dari SMBC. Rasio likuiditas dan pendanaan berada di tingkat yang sehat, dengan liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 224,7% dan net stable funding ratio (NSFR) 114,7% pada posisi 30 September 2021. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) berada di tingkat yang kuat di 25,6%. (*)