News Update

Kurangi Jumlah Bank, Konsolidasi Perbankan Masih Jadi Prioritas OJK

Jakarta – Guna memperkuat daya tahan dan daya saing, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar perbankan terus melakukan efisiensi dalam setiap kegiatan operasionalnya. Untuk itu, program konsolidasi perbankan nasional masih menjadi prioritas OJK dalam rangka mewujudkan bank-bank yang mampu menguasai pasar domestik.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Anggota Dewan Komisioner Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, di Jakarta, Selasa, 19 Februari 2019. Menurutnya, konsolidasi perbankan merupakan suatu hal yang harus dilakukan saat ini, mengingat jumlah bank yang ada di Indonesia sangatlah banyak yakni terdiri dari 114 bank.

“Saya kan sudah ngomong berkali-kali dari tahun kemarin, konsolidasi itu memang suatu hal yang harus kita lakukan. Karena jumlah bank kita kan banyak banget ada sekitar 114 bank, dari 114 bank itu 82 bank terdiri dari bank BUKU I dan II,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, pentingnya konsolidasi perbankan juga sejalan dengan perkembangan industri keuangan yang tengah mengarah ke digital. Apalagi, perbankan yang tidak bisa mengikuti perkembangan trend digital ini, maka sudah dipastikan bakal ketinggalan dan ditinggalkan oleh nasabahnya. Permasalahan ini tentu harus menjadi perhatian utama bank.

“Pertanyaannya dengan perkembangan lingkungan industri perbankan kita yang terus berkembang pesat antara lain dengan digitalisasi, persaingan suku bunga, persaingan mendapatkan dana. Harapan kita mereka bisa tetap survive, kalau mereka bisa keluar dari himpitan-himpitan itu sebagai pemenang, itukan bagus,” tegas Heru.

Namun demikian, jika bank itu tidak bisa keluar dari tantangan-tantangan tersebut, maka bank itu harus mencari jalan keluar. Cara satu-satunya yakni dengan menambah modal untuk bisa tetap bersaing. Selain tambah modal, bank juga disarankan untuk mencari partner dalam hal ini konsolidasi atau bergabung dengan bank besar yang memiliki modal kuat.

Baca juga: Kurangi Jumlah Bank, Perbanas Dukung OJK Kaji Ulang Aturan Kepemilikan Tunggal

“Kan harus mencari jalan keluar kan. Nah dengan kondisi seperti itu kalau mereka sudah tidak bisa berkembang lagi, yaa kita sarankan anda cari partner atau konsolidasi dengan bank-bank besar. Yang penting mereka bisa survive kemudian ada induk banknya yang bisa mengatasi segala persoalannya, itu kan bagus,” ucapnya.

Menurutnya, bank-bank kecil yang mengalami kesulitan likuiditas bisa berkonsolidasi dengan bank besar. Misalnya, saja bank besar mengambil alih bank kecil, maka bank tersebut dapat dijadikan sebagai bank yang memiliki fokus berbeda dengan induknya. Sehingga ke depannya, bank kecil tersebut akan mampu memberikan kontribusi untuk induknya.

“Kan caranya banyak, bisa konsolidasi dengan bank gede. Misalnya bank gede ambil mereka sebagai digital bankingnya. Sebagai bank yang ngurusin khusus wealth management. Yaa kan caranya banyak, dengan bank gede ngambil mereka kan tidak harus merger. Sehingga manfaatnya semakin besar,” tambahnya.

OJK memang tengah mengkaji ulang aturan kepemilikan tunggal atau Single Presence Policy (SPP) perbankan di Indonesia. Wacana OJK itu untuk mendorong bank-bank kecil berkonsolidasi dengan bank besar. Jumlah bank kecil yang terlalu banyak di Indonesia perlu berkonsolidasi dengan bank besar guna menjaga bisnisnya tetap berjalan.

Adanya wacana regulator untuk mengatur ulang aturan kepemilikan tunggal ini, maka ada kemungkinan pemegang saham pengendali di bank besar bisa memiliki lebih dari satu bank. Dengan demikian, Kelompok bank BUKU IV (modal inti diatas Rp30 triliun) dapat mengambil alih bank kecil (bank BUKU I dan II).

Pasalnya, persaingan dana pihak ketiga (DPK) yang tidak seimbang antara bank kecil dengan bank besar, telah memicu kesulitan likuiditas di bank-bank kecil. Untuk itu, wacana regulator mengatur ulang aturan kepemilikan tunggal ini diharap menjadi solusi agar bank-bank kecil tetap tumbuh bisnisnya.

Aturan kepemilikan tunggal yang tengah dikaji regulator ini diyakini dapat menjadi solusi untuk mengurangi jumlah bank yang terlalu banyak di Indonesia. Apalagi, belakangan beberapa bank besar tengah gencar ingin melakukan akuisisi terhadap bank kecil di Indonesia.

Dengan berada di bawah pengawasan bank besar, maka jika bank kecil tersebut suatu saat membutuhkan tambahan modal, bank besar yang menjadi induknya dapat langsung menyuntikkan modalnya. “Jumlah bank tetap sama, tapi bank kecil di bawah naungan bank induk yang besar, kontribusinya jadi besar,” jelas Heru. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

7 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

7 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

9 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

9 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

10 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

11 hours ago