Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan sejak 2007 dengan skema penjaminan kredit kepada bank-bank yang menyalurkan KUR, terus dilanjutkan. Sejalan dengan agenda pemerintah, Bank Indonesia (BI) juga sudah mewajibkan bank umum untuk mengalokasikan kredit UMKM secara bertahap hingga minimal 20% pada 2018. Agar program pengembangan UMKM membuahkan hasil yang lebih efektif untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan, pembiayaan ke sektor UMKM harus banyak diarahkan ke sektor produktif, seperti industri kecil dan menengah (IKM).
Dari kredit UMKM yang dikucurkan bank umum sebesar Rp802,11 triliun tahun lalu, sebesar 54% mengalir ke sektor perdagangan. Hanya 10,50% yang mengalir ke sektor manufaktur. Begitu pula dengan penyaluran KUR, yang realisasinya mencapai Rp110 triliun sepanjang 2016, tapi yang mengucur ke sektor produktif nonjasa perdagangan hanya 22,60%.
Dengan penyerapan kredit yang lebih besar, sektor non-tradable membukukan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor tradable. Peran industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) terus menurun dan menunjukkan gejala deindustrialisasi. Kondisi tersebut mengakibatkan daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja relatif rendah. (Bersambung ke halaman berikutnya)