Jakarta – PT Bank BRI Syariah Tbk (BRI Syariah) mengumumkan hasil kinerja laporan keuangan unaudited yang berakhir pada 31 Maret 2018. Hingga Kuartal I-2018, BRI Syariah membukukan laba setelah pajak sebesar Rp54,38 miliar, atau tumbuh sebesar 64 persen (yoy) menjadi dibandingkan perolehan Maret 2017 yang hanyasebesar Rp33,17 miliar.
Direktur Utama BRISyariah, Moch. Hadi Santoso, mengatakan, peningkatan laba bersih tersebut terutama berasal dari pendapatan operasional sebesar Rp956,26 miliar, Sementara beban operasional tercatat sebesar Rp884,25 miliar.
“Total aset BRISyariah mengalami peningkatan sebesar 21,81 persen (yoy) menjadi Rp34,73 triliun dari sebelumnya Rp28,51 triliun pada Maret 2017,” kata Hadi di Jakarta, Rabu 2 Mei 2018.
Peningkatan aset tersebut didorong oleh pertumbuhan pembiayaan menjadi Rp19,53 triliun atau tumbuh sebesar 8,62 persen (yoy) dibandingkan Maret 2017 yang sebesar Rp17,98 triliun. Sementara penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BRISyariah mengalami peningkatan signifikan sebesar 22,94 persen (yoy) dari Rp23,01 triliun pada Maret 2017 menjadi Rp28,29 triliun pada Maret 2018.
Baca juga: Dapat Izin, BRI Syariah Mantap Laksanakan IPO
Menurut Hadi, peningkatan kinerja BRISyariah tidak lepas dari peran perusahaan induk yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Dari sisi permodalan, BRISyariah memiliki permodalan yang kuat. Hal itu terlihat dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 23,64 persen, meningkat dibandingkan posisi Maret 2017 sebesar 21,14 persen. Rasio tersebut jauh di atas ketentuan yang ditetapkan regulator.
Selain itu, rasio-rasio keuangan lainnya juga tercatat positif. Antara lain, Return on Asset (ROA) sebesar 0,86 persen, Return on Equity (ROE) sebesar 6,92 persen, Net Imbalan (NI) sebesar 5,16 persen, Net Operating Margin (NOM) sebesar 0,34 persen, dan Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 68,70 persen.
Dari sisi efisiensi perusahaan, BRISyariah semakin efisien. Hal itu terlihat dari rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sebesar 90,75 persen, lebih baik dibandingkan posisi Maret 2017 sebesar 93,67 persen.
Sementara rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) Gross sebesar 4,92 persen dan NPF Nett sebesar 4,10 persen. Rasio tersebut masih di bawah batas yang ditetapkan regulator maksimal 5 persen. (*)