Jakarta – PT Bank Jago Tbk (Jago) akhirnya bisa membukukan kinerja positif di kuartal III 2021 dengan membukukan laba bersih senilai Rp14 miliar. Pencapaian tersebut sekaligus memutus rantai kerugian yang membelit perseroan selama 6 tahun terakhir.
Seperti diketahui, Bank Jago masih tercatat mengalami rugi hingga Rp190 miliar di 2020 dan kembali mengalami rugi tahun berjalan sebesar Rp46,78 miliar hingga semester I/2021.
“Meski laba tahun berjalan masih negatif, kami tetap bersyukur atas pencapaian ini. Kami optimistis kinerja kami di masa mendatang akan terus membaik dan Jago akan menjadi bank digital yang profitable serta mampu untuk tumbuh secara berkelanjutan,” kata Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar, Jumat, 22 Oktober 2021.
Kharim mengatakan hal ini ditopang oleh pertumbuhan kredit yang solid, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di level sangat rendah dan efisiensi biaya dana berkat peningkatan dana murah (current account saving account/CASA).
Penyaluran kredit hingga akhir September 2021 sendiri tercatat mencapai Rp3,73 triliun, atau melonjak 502% dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Pertumbuhan kredit terutama terjadi di kuartal III dengan kenaikan sebesar Rp1,56 triliun dari posisi kuartal sebelumnya (Q to Q).
“Prosentase kenaikannya terlihat tinggi karena kami berangkat dari baseline yang rendah. Tapi kami melihat kemajuan bisnis
yang konsisten dari waktu ke waktu. Kami akan menjaga momentum ini dengan terus memperluas kolaborasi dan integrasi dengan ekosistem digital,” jelas Kharim.
Saat ini aplikasi Jago telah terintegrasi dengan aplikasi reksadana online Bibit.Id dan super app Gojek. Integrasi ini memampukan konsumen untuk mengakses produk dan layanan jasa keuangan secara seamless, mudah, cepat dan aman. Fitur Kantong Jago yang terhubung dengan aplikasi Bibit dan Gojek juga membuat pengelolaan keuangan menjadi lebih disiplin, inovatif dan kolaboratif.
Selain berkolaborasi dengan Bibit dan Gojek, Jago juga bekerjasama dengan sejumlah fintech lending, multifinance dan institusi keuangan lain berbasis digital. Pola kerjasama pembiayaan (partnership lending) ini memampukan Jago untuk ekspansif namun dengan pengelolaan risiko yang lebih terkendali. Hal ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (NPL) yang berada di level 0,6%.
“Pencapaian ini mengonfirmasi bahwa bisnis model kami sudah tepat. Implementasi konsep kolaborasi dengan ekosistem digital dalam melayani nasabah terbukti membuat kami tumbuh anorganik, efektif dan cepat,” tambah Kharim.
Pertumbuhan kredit sebesar 502% sendiri lanjutnya berdampak pada pendapatan bunga yang meningkat 478% menjadi Rp355 miliar. Sementara itu, beban bunga hanya terkerek 104% menjadi Rp38 miliar.
Hal ini menghasilkan pendapatan bunga bersih senilai Rp318 miliar, atau tumbuh 640%. Net interest margin (NIM) kini berada di angka 6,1%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar 4,4%.
Kemampuan menekan beban bunga tak lepas dari upaya Jago memperbanyak komposisi dana murah. Hingga akhir September 2021, total dana pihak ketiga mencapai Rp2,54 triliun, tumbuh 564%. Dari jumlah tersebut, dana murah atau CASA sebanyak Rp985 miliar, melonjak 1.031%. Sedangkan deposito senilai Rp1,6 triliun, meningkat 427%. Proporsi CASA terus membaik.
Sebagai pembanding, porsi CASA pada September 2021 mencapai 38,72%, jauh lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar 22,74%, atau posisi akhir Juni sebesar 30,21%. Pada kurun waktu yang sama, porsi deposito terhadap DPK telah menyusut dari 77,26% menjadi 69,79% dan kini 61,3%.
“Porsi CASA yang terus membesar ini mempengaruhi struktur biaya dana sehingga berdampak positif pada perolehan margin. Peningkatan dana murah ini juga menunjukkan tingkat penerimaan publik yang semakin baik terhadap aplikasi Jago,” terangnya.
Sementara itu, aset Jago mencapai Rp11 triliun per akhir September 2021, atau tumbuh 536%. Adapun permodalan mencapai Rp8 triliun, sangat solid untuk menunjang ekspansi dan rencana bisnis Jago ke depan. (*)