Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatat pertumbuhan kredit konsumer bank only sebesar 11,5 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp171,5 triliun sepanjang semester I-2023. Capaian tersebut melanjutkan pertumbuhan dua digit yang juga dicapai pada kuartal I-2023.
Seiring dengan daya beli masyarakat mulai berangsur pulih pasca pandemi Covid-19, BRI pun berupaya mengoptimalkan daya beli masyarakat sehingga memacu pertumbuhan kredit konsumer, salah satunya ditopang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Tanpa Agunan (KTA).
Direktur Bisnis Konsumer BRI, Handayani mengatakan Perseroan secara berkelanjutan terus memperkuat kapabilitas retail banking pada tahun ini. Pihaknya menekankan bahwa salah satu strateginya adalah konsisten melakukan perbaikan business process reengineering, salah satunya seperti implementasi Consumer Loan Factory (CLF).
“Kita bersama bisa melihat bahwa daya beli masyarakat cenderung pulih setelah pandemi. Juga tren inflasi yang menurun. Sehingga kami bisa mengoptimalkan kinerja di segmen konsumer melalui strategi yang kami terapkan,” ujar Handayani dalam keterangan resmi, Kamis 12 Oktober 2023.
Handayani memproyeksikan kredit konsumer tahun ini terbilang baik karena inflasi yang cenderung menurun yakni 3,27 persen pada Agustus 2023. Adapun secara persentase, per Juni 2023, Kredit Tanpa Agunan (KTA) merupakan kredit konsumer yang tumbuh paling tinggi, yakni 16,5 persen yoy dan diikuti KPR 8,7 persen yoy.
Namun, sebagian besar kredit konsumer atau 67,8 persen merupakan sumbangsih KPR. Geliat kredit konsumer tersebut juga diikuti dengan kualitas asset yang sehat. Per Juni 2023, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) segmen konsumer hanya sebesar 2,0 persen.
Adapun secara total, BRI menyalurkan kredit sebesar Rp1.202,1 triliun, atau naik 8,8 persen yoy. Dengan demikian segmen konsumer berkontribusi sebesar 14,3 persen.
Terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan wajar pada paruh pertama tahun ini kredit konsumer menjadi satu pendorong pertumbuhan total pembiayaan yang disalurkan perbankan. Pasalnya, korporasi masih menahan diri untuk mencari sumber pembiayaan eksternal.
Dia menggarisbawahi bahwa kondisi ekonomi global memengaruhi permintaan pembiayaan korporasi kepada perbankan. Di pasar domestik, meskipun juga mengalami tekanan, tetapi masih tumbuh positif.
“Permintaan domestik memang masih tumbuh positif, walaupun jauh lebih lambat,” katanya.
Adapun saat ini konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ke depan mendorong konsumsi rumah tangga akan menjadi satu tantangan, seiring dengan melambatnya inflasi pada tahun ini.
Kendati demikian, kredit konsumer diperkirakan masih akan menjadi satu stimulus bagi bank di Tanah Air dalam menjaga pertumbuhan pembiayaan. Hal ini khususnya terkait dengan KPR dan juga KTA.
“Menjelang akhir tahun kredit konsumer akan terdorong dengan dimulainya periode kampanye untuk pemilihan umum tahun depan,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama