Kredit Bank Masih Minus 2,28%, OJK Klaim Mulai Membaik

Kredit Bank Masih Minus 2,28%, OJK Klaim Mulai Membaik

Jakarta – Otoritas Jas Keuangan (OJK) mencatat, pertumbuhan kredit hingga April masih terkontraksi sebesar -2,28% (yoy) atau lebih baik dibandingkan pertumbuhan kredit di Maret 2021 yang mencapai -3,77%.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan, secara year to date sendiri pertumbuhan kredit masih positif.

“Pertumnuhan kredit terutama didorong oleh penyaluran kredit dari bank BUMN dan BPD. Kredit UMKM juga mulai menunjukkan perbaikan. Dari tren ini, pertumbuhan kredit Q1/2021 lebih baik dari 2020, sehingga masih terdapat ruang untuk pertumbuhan,” kata Wimboh melalui keterangan resminya di Jakarta, Minggu 30 Mei 2021.

OJK juga mencatat, kredit konsumsi mulai tumbuh positif 0,31% (yoy) sejalan dengan meningkatnya proporsi pengeluaran konsumsi terutama didorong oleh KPR sebagai hasil dari kebijakan stimulus Pemerintah, OJK dan Bank Indonesia (BI) dalam penyaluran KPR.

Sedangkan untuk kredit sektor pariwisata juga tercatat tumbuh sebesar 5,99% yang ditopang kenaikan kredit pada restoran/rumah makan 10,53%/mtm dan angkatan laut domestik 1,24% /yoy.

Menurutnya, ruang pertumbuhan kredit juga didukung dengan suku bunga kredit yang terus turun. Hingga April suku bunga kredit modal kerja turun menjadi 9,08%, bunga kredit konsumsi menjadi 10,87% dan suku bunga kredit investasi di posisi 8,68%. 

OJK menyatakan bahwa suku bunga bukan satu-satunya faktor penentu tumbuhnya kredit perbankan, karena pertumbuhan kredit sangat ditentukan oleh permintaan masyarakat.

“Permintaan atas kredit/pembiayaan akan kembali tinggi  apabila terjadi peningkatan mobilitas masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan. Hal tersebut didukung upaya vaksinasi yang semakin meluas untuk meningkatkan imunitas dan kesehatan masyarakat yang terjaga baik,” jelas Wimboh.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 10,94% yoy. Sedangkan untuk sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada April 2021 sebesar Rp22,4 triliun (Asuransi Jiwa: Rp14,2 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp8,2 triliun).

Fintech P2P lending pada April 2021 mencatatkan pertumbuhan baki debet pembiayaan cukup signifikan sebesar 49,9% yoy menjadi Rp20,61 triliun. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2021 masih terkontraksi sebesar -16,29% yoy.

Sedangkan profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,22% (NPL net: 1,06%) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan April 2021 turun menjadi 3,9%(Maret 2021: 3,7%). Rasio nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terkonfirmasi dari rasio Posisi Devisa Neto April 2021 sebesar 1,38%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Sementara itu, likuiditas industri perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 10 Mei 2021 terpantau masing-masing pada level 149,92% dan 32,46%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,26% jauh di atas threshold. Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 639% dan 344%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,02%, jauh di bawah batas maksimum 10%.

Namun demikian, menurut Wimboh beberapa downside risks masih perlu diwaspadai seperti kenaikan laju infeksi harian akibat varian baru virus dan ketersediaan vaksin di negara berkembang serta tren kenaikan inflasi global yang bersumber dari kelangkaan bahan baku dan logistik (cost-push inflation). Potensi kenaikan kasus COVID-19 paska libur panjang Hari Raya Idul Fitri juga tetap perlu diwaspadai.

Ke depannya, OJK senantiasa melakukan sinergi dengan Pemerintah dalam memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui peningkatan ekosistem digitalisasinya. OJK juga secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap keberhasilan proses restrukturisasi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan termasuk memperhitungkan kecukupan langkah mitigasi dalam menjaga kestabilan sistem keuangan. (*)

Editor: Rezkiana Np

Related Posts

News Update

Top News