News Update

KPPU Soroti Dampak Pembatasan Impor BBM Non-Subsidi terhadap Persaingan Usaha

Poin Penting

  • Kebijakan ESDM membatasi impor BBM non-subsidi maksimal 10 persen berdampak pada badan usaha (BU) swasta.
  • Pembatasan impor mengakibatkan berkurangnya varian BBM di SPBU swasta seperti Shell dan BP AKR, serta mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat.
  • KPPU menekankan pentingnya kebijakan yang menjamin distribusi adil dan persaingan usaha yang sehat.

Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membeberkan hasil analisis kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang membatasi kenaikan impor bensin non-subsidi maksimal 10 persen dari volume penjualan 2024.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 tanggal 17 Juli 2025.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur mengatakan, kebijakan ini berdampak pada kelangsungan operasional badan usaha (BU) swasta yang bergantung sepenuhnya pada impor.

Hal itu juga mengurangi pilihan konsumen terhadap produk BBM non-subsidi dan memperkuat dominasi pasar Pertamina.

“Keterbatasan pasokan BBM non-subsidi telah berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen di pasar dan memengaruhi kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat maupun pelaku usaha,” ujarnya, dikutip Selasa, 23 September 2025.

Baca juga: Dirut Pertamina Bantah Monopoli di Balik Stok BBM Shell dan BP Kosong

Padahal, kata dia, tren peningkatan konsumsi BBM non-subsidi menunjukkan perkembangan positif yang sebaiknya dijaga.

"Penting agar kebijakan publik senantiasa memastikan kelancaran distribusi, ketersediaan pasokan, serta terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat sehingga manfaat dari tren positif tersebut dapat dirasakan secara berkelanjutan," bebernya.

Lebih lanjut, pembatasan impor tercatat berdampak pada tambahan volume impor bagi BU swasta yang berada di kisaran 7.000-44.000 kiloliter.

Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga memperoleh tambahan volume sekitar 613.000 kiloliter.

Dalam segmen BBM non-subsidi, pangsa pasar Pertamina Patra Niaga saat ini mencapai sekitar ±92,5 persen, sedangkan BU swasta berada pada kisaran 1–3 persen. 

“Kondisi ini menggambarkan struktur pasar yang masih sangat terkonsentrasi, sehingga upaya untuk menjaga keseimbangan persaingan usaha menjadi penting agar konsumen tetap memperoleh manfaat dari keberadaan berbagai pelaku usaha,” imbuhnya.

Bantah Praktik Monopoli

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri angkat suara mengenai isu monopoli penjualan bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina terhadap SPBU swasta seperti Shell dan BP AKR.

“Tidak, tidak ada sama sekali monopoli,” ujarnya, dinukil ANTARA, Jumat, 12 September 2025.

Page: 1 2

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

2 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

3 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

4 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

5 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

5 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

6 hours ago