Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya dugaan pelanggaran persaingan usaha yang sehat dalam proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero).
Dugaan pelanggaran tersebut merujuk pada indikasi adanya praktik diskriminasi yang dilakukan Pertamina dalam memilih metode pengadaan penyedia terkait proyek tersebut.
Mengutip laman resmi KPPU, proyek digitalisasi SPBU Pertamina secara umum mencakup pengadaan sistem near real-time monitoring untuk distribusi dan penjualan BBM di 5.518 SPBU Pertamina, dari total sekitar 7.000 SPBU yang tersebar di seluruh Indonesia.
Adapun tujuan utama dilaksanakan proyek tersebut untuk memantau konsumsi BBM, khususnya solar subsidi, di setiap SPBU.
Baca juga: KPPU Kasih Update Kondisi Persaingan Usaha, Termasuk Kartel Pindar
Pertamina Tunjuk Langsung BUMN Tanpa Tender
Dalam pelaksanaan proyek senilai Rp3,6 triliun ini, Pertamina melakukan penunjukan langsung kepada salah satu BUMN dengan alasan sinergi antar-BUMN.
Namun, keputusan tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan pelaku usaha lain yang juga memiliki potensi dan kemampuan menggarap proyek serupa.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menilai, tindakan penunjukan langsung ini berpotensi mengarah pada praktik diskriminasi, sebagaimana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Hal serupa, menurutnya, juga pernah terjadi dalam penunjukan langsung proyek pembuatan logo Pertamina, yang telah diputus oleh KPPU melalui Putusan Nomor: 02/KPPU-L/2006.
“KPPU menilai bahwa proyek digitalisasi ini memiliki nilai yang cukup besar dan secara langsung memiliki keterkaitan dengan pengeluaran negara terkait BBM bersubsidi, sehingga seharusnya Pertamina terlebih dahulu membuka kesempatan kepada seluruh pelaku usaha di Indonesia yang memiliki kemampuan melaksanakan proyek tersebut agar diperoleh penawaran harga dan kualitas terbaik,” kata Deswin, dikutip Selasa, 8 Juli 2025.
Baca juga: Pertamina EP Cetak Laba Rp7,91 Triliun di 2024, Melesat 125 Persen
Sinergi BUMN Dinilai Menimbulkan Inefisiensi
Menurut Deswin, hal ini juga sejalan dengan saran dan rekomendasi KPPU kepada pemerintah agar meninjau ulang kebijakan sinergi BUMN, karena dinilai berpotensi menimbulkan inefisiensi dan hambatan usaha, sebagaimana yang diduga terjadi dalam proyek ini.
“Alternatif pengadaan berbasis wilayah dengan mekanisme tender terbuka seharusnya bisa menjadi solusi agar kinerja dan efisiensi dapat diukur, serta kompetisi usaha tetap terjaga karena mengurangi hambatan masuk (entry barrier) dalam industri tersebut,” katanya.
Ia menambahkan bahwa sejumlah pelaku usaha sebelumnya telah menyatakan kesediaan untuk terlibat dalam proyek serupa, namun tidak diberi kesempatan untuk berkompetisi.
KPPU Mulai Lakukan Penyelidikan
Dengan kata lain, penunjukan langsung tanpa memberi ruang kompetisi kepada pelaku usaha lain menunjukkan adanya dugaan praktik diskriminasi, yang mengarah pada pelanggaran Pasal 19 huruf d UU No. 5/1999 tentang larangan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Merespons temuan awal tersebut, KPPU memutuskan untuk memulai penyelidikan atas dugaan pelanggaran tersebut.
“Langkah ini menjadi bagian dari komitmen KPPU untuk menjaga iklim persaingan yang sehat, transparan, dan akuntabel, terutama dalam proyek-proyek strategis nasional yang melibatkan dana publik dalam skala besar,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra









