Bandung – Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) membuka lowongan posisi direktur utama (dirut) untuk merealisasikan visi baru dari Pemerintah Jawa Barat.
“Dirut (Ahmad Irfan) diberhentikan tapi boleh diikutkan kembali dalam fit and proper dalam visi baru dan bisa diangkat kembali dalam proses. Tapi kami membuka diri untuk sosok baru yang punya kemampuan di mikro. Saat ini (seleksi dirut) belum dibuka, menunggu approve OJK,” tukas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil usai RUPSLB di Bandung, Selasa, 11 Desember 2018.
Menurutnya, pemegang saham sangat terbuka dalam pemilihan dirut baru. Ara calon bisa dari internal Bank BJB, direktur eksisting serta direktur baru dari luar lingkungan Bank BJB yang dianggap professional dan mumpuni di bidang agen pembangunan dan kredit UMKM. “Mekanisme buka di Publik diseleksi sampai bulan Maret (2019) oleh Tim kerja sama dengan OJK untuk rekomendasi,” tuturnya.
Dalam visi barunya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menginginkan Bank BJB untuk meningkatkan penyaluran kredit ke segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dinilai masih jauh dari maksimal. Selain itu, Bank BJB juga dituntut until menjadi bank pembangunan dan mengusung misi sebagai agent of development.
“Pemegang saham menitipkan ada visi baru sebagai bank pembangunan. Selama ini BJB sudah luar biasa keren, konsumer 60 persen. Tapi daerah perlu juga. Ini peluang besar belum dioptimalkan, (porsi )kredit UMKM hanya 5 persen. Dengan dua visi baru ini kami berikan tantangan batu jadi bank pembangunan dan optimalkan kredit UMKM,” terang Ridwan.
Adapun merangkap sebagai pelaksana tugas dirut akan diemban oleh Agus Mulyana, yang saat ini juga menjalankan posisi direktur kepatuhan dan manajemen risiko. Sementara itu, posisi direktur komersial dan konsumer tetap dirangkap oleh Suartini.
Per akhir September 2018, Bank BJB berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp1,3 triliun, tumbuh 25,4 persen secara setahunan. Sedangan total aset ada di posisi Rp114,1 triliun, penyaluran kredit sebesar Rp74,6 triliun dengan rasio kredit bermasalah atau NPL di level 1,58 persen. (*)