Jakarta – Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengatakan, pencopotan para direksi BPD yang terjadi secara mendadak bisa berdampak langsung kepada kesehatan bank dan good corporate governance (GCG).
Apalagi pencopotan tersebut tak sesuai prosedural di mana bisa dilakukan di tengah jalan tanpa agenda pergantian pengurus. Meski, BPD yang dipimpin mereka tengah kinclong.
“Karena apapun yang menjadi visi misi dirut yang hendak dicapai dari jangka pendek, menengah dan panjang akan tergangggu bagi kinerja BPD. Apalagi dengan adanya pergantian pemimpin baru akan memiliki visi misi berbeda,” terangnya kepada Infobanknews di Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023.
Kondisi tersebut jelas tidak baik bagi good corporate governance perusahan. Saham BPD yang mayoritas dimiliki pemda rawan terjadinya konflik kepentingan yang mengorbankan prinsip-prinsip GCG dalam tata kelola perusahaan.
Diketahui, dalam industri BPD, kepala daerah selaku pemegang saham pengendali (PSP), bisa saja melakukan intervensi terhadap keputusan-keputusan yang diambil direksi BPD.
Di satu sisi, direksi BPD juga dituntut tetap profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan mengutamakan kebijakan demi kebaikan bank yang dipimpinnya.
Kecuali kata dia, apabila bank yang sistemnya sudah solid dengan ada atau tidaknya pemimpin tersebut tetap berjalan baik dan terjaga dari sisi GCGnya. “Saya rasa itu tidak akan ada efek pergantian dirutnya,” bebernya
Aksi pencopotan jabatan direksi di tubuh BPD bukan sekali terjadi. Di awal 2023, Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Edy Rahmayadi, secara mengejutkan mencopot Direktur Utama Bank Sumut, Rahmat Fadillah Pohan.
Rahmat dikabarkan melakukan kesalahan soal layanan mobile banking Bank Sumut yang diduga beroperasi tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) dan OJK.
Menurut sumber Infobank, pencopotan itu bukan lantaran soal teknis mobile banking, melainkan karena ketidakharmonisan antara Gubernur Sumut dan Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah.
Rahmat dinilai lebih condong ke Wakil Gubernur Sumut sehingga langkah untuk mengganti posisi direktur utama pun diambil pemegang saham.
Selain Rahmat, ada juga Hanawijaya dari Bank Kalsel. Keduanya diberhentikan di tengah jalan dan mendadak, tanpa agenda pergantian. Hanya dengan rapat tanpa agenda pergantian pengurus, pemecatan bisa dilakukan. Seperti tak ada aturan. Diberhentikan begitu saja. Lalu, dilantiklah pelaksana tugas (plt). Titik.
Sebelumnya, Agus Syabaruddin (Bank Banten) juga mengalami nasib yang tak berbeda. Terlalu banyak nama dirut BPD yang mengalami nasib serupa. Lihat kemelut di Bank NTT, yang sampai sekarang tak kunjung selesai. Inti masalahnya juga terjadi pemecatan di tengah jalan. Tanpa prosedur lazimnya bank. Bahkan, ada tren pemberhentian direksi oleh Pejabat Sementara Kepala Daerah yang juga akan ikut pilkada periode berikutnya. Pendek kata, kepala daerah bertindak sewenang-wenang seperti hendak “menguasai” BPD. Ini harus dihentikan. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra