Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di sepanjang 2021 mencapai 1,87% (yoy). Angka ini tercatat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,68% (yoy).
Menganggapi hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan kenaikan inflasi disebabkan oleh aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat di masa Natal dan Tahun Baru. Selain itu, kondisi pandemi juga tetap terkendali.
“Membaiknya sisi permintaan seiring naiknya mobilitas masyarakat di masa perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendorong inflasi inti meningkat di tengah risiko tekanan inflasi dari luar negeri (imported inflation) sebagai dampak masih tingginya harga komoditas, khususnya bahan pangan dan energi,” ujar Febrio pada keterangannya, 3 Januari 2022.
Kemudian, inflasi harga diatur Pemerintah (administered price) melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,79% (yoy), naik dari November 1,69% (yoy). Naiknya komponen ini didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring meningkatnya mobilitas masyarakat antardaerah, terutama di masa perayaan Nataru.
Sementara, inflasi makanan bergejolak (volatile food) mengalami peningkatan, mencapai 3,20% (yoy), naik dari angka November 3,05% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh kenaikan harga aneka cabai, telur dan daging ayam ras, minyak goreng, dan beberapa jenis sayuran seiring kondisi cuaca basah di tengah permintaan yang meningkat menjelang akhir tahun.
Kenaikan minyak goreng didorong oleh masih meningkatnya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) global seiring permintaan global yang meningkat.
“Melihat perkembangan inflasi, Pemerintah terus memberikan dukungan terhadap akses pangan masyarakat, khususnya untuk kelompok miskin dan rentan melalui pemberian bantuan sosial. Sampai dengan 30 November 2021, anggaran perlindungan sosial sudah tersalur sebesar Rp370,5 Triliun atau 100,7% dari APBN 2021,” tutup Febrio. (*)