Jakarta – Perkembangan Financial Technology (Fintech) di Indonesia sejak kehadirannya pada 2016, telah berkontribusi dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Kontribusi Fintech terhadap perekonomian nasional ini sejalan dengan berbagai macam fitur Fintech yang memudahkan nasabahnya.
Ketua Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) Defrizal Djamaris dalam webinar bertajuk ‘Financial Technology, Suatu Literasi Keuangan dan Alternatif Solusi Permodalan UMKM di Masa Pandemi Covid-19’ mengatakan, Fintech mulanya hanya memiliki dua fitur yakni bisnis pinjaman online dan payment gateway. Namun, saat ini Fintech memiliki berbagai macam fitur, seperti project financing dan co branding.
“Perkembangan pesat ini tidak terlepas dari potensi pasar di Indonesia dan inklusi keuangan dari konsumen dan para UMKM,” ujar Defrizal seperti dikutip di Jakarta, Sabtu, 5 Desember 2020.
Meski begitu, kata dia, tidak jarang Fintech menimbulkan permasalahan bagi penggunanya. Oleh karena itu, dirinya menyampaikan, bahwa memberikan literasi keuangan sangatlah penting bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “Baik dari sisi regulasi, sisi bisnis, permasalahan hukum dan potensi bisnis yang akan timbul,” katanya.
Sementara itu, Managing Partner Simbolon & Partner Law Firm Yudianta Medio Simbolon menyampaikan, ada lima kategori Fintech yang perlu diketahui pelaku UMKM yakni sistem pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan manajemen risiko, Pinjaman, Pembiayaan, dan Penyediaan Modal (P2P Lending). Terkait P2P Lending, jelas dia, Fintech ini memberikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sesuai perjanjian kedua belah pihak.
Dalam hal ini, pengguna pinjaman bisa meminjam dana dari pemberi pinjaman sesuai syarat dan aturan yang ditetapkan oleh badan hukum terkait. “Contoh aplikasi yang masuk dalam ketegori ini yakni Modalku, Investree, dan UangTeman,” tukas Yudianta.
Namun, sebelum meminjam uang ke pemberi pinjaman, pengguna pinjaman harus membaca dengan detail aturan dan perjanjian yang ada. Pun melakukan mitigasi risiko sebelum yakin untuk meminjam uang ke layanan Fintech. Hal ini diperlukan supaya pengguna pinjaman tidak mendapatkan risiko berbahaya seperti gagal membayar pinjaman. “Penerima pinjaman juga harus melakukan apakah P2P Lending yang dipilih telah memenuhi persyaratan hukum dan telah terdaftar di OJK,” ucapnya.
Terkait perlindungan konsumen, pengguna pinjaman juga tidak perlu takut jika mendapatkan intimidasi saat proses penagihan. Pengguna pinjaman bisa melaporkan hal tidak bermartabat itu ke badan terkait seperti OJK.
“Biasanya memang cara-cara intimidasi penagihan itu terjadi karena pengguna tidak melaksanakan perjanjian yang disepakati seperti telat bayar. Karena itu, dari awal pengguna pinjaman harus melakukan mitigasi risiko, membaca suku bunga, jatuh temponya kapan, dan sebagainya. Dan jika ada kasus gagal bayar dan butuh penyelesaian, bisa melaporkan ke Asosiasi Fintech Indonesia (AFPI) dan OJK,” jelas Yudi.
Menanggapi hal itu, Kepala Dapartemen Group Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono menyampaikan, pihaknya sudah berusaha untuk melindungi pengguna pinjaman maupun pemberi pinjaman dengan membuat dan mengawasi aturan yang ada. Terkait aturan, pihaknya sudah membuat aturan dan standar peminjaman untuk melindungi konsumen. Seperti, maksimum bunga yang harus dibayar 0,2% perhari dan maksimum membayar bunga 100% dari utang yang dipinjam.
“Jadi gak mungkin minjam 3 juta bayar 12 juta,” paparnya.
Terkait pengawasan, lanjut Triyono, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan Polri dan Kominfo untuk menindak Fintech ilegal atau abal-abal. Salah satunya memblokir Fintech Ilegal yang ada di Play Store. “Namun, Fintech ilegal itu agak sulit dihilangkan, karena hilang nanti akan tumbuh lagi. Bahkan jika sudah diblokir di PlayStore, FinTech Ilegal itu akan menawarkan konsumen dari pesan-pesan telepon,” katanya.
Karena itu, dia pun berharap, pengguna pinjaman khususnya pelaku UMKM yang ingin meminjam uang untuk lebih berhati-hati. Jika merasa Fintech yang ada itu ilegal maka bisa melaporkannya ke OJK. Selain bisa meminjam dana, Fintech juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan pembayaran transaksi secara online. Hal ini sesuai dengan salah satu kategori Fintech sebagai sistem pembayaran. (*)
Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) berencana mengambil alih (take over)… Read More
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor pada Oktober 2024 mengalami peningkatan. Tercatat, nilai ekspor Oktober… Read More
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencatatkan surplus sebesar USD2,48… Read More
Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) baru saja menggelar Rapat Umum… Read More
Jakarta - Rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring penguatan dolar… Read More
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sejumlah rekening milik Ivan Sugianto… Read More